Jumat,  22 November 2024

Kekosongan Dirjen PAS

Jari 98: Sebaiknya Diisi TNI, Jika Dari Polri Khawatir Conflict of Interest 

RN/CR
Jari 98: Sebaiknya Diisi TNI, Jika Dari Polri Khawatir Conflict of Interest 
Ketua Presidium Jari 98, Willy Prakarsa -Net

RADAR NONSTOP - Menyikapi keinginan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasona Laoly untuk mengisi kekosongan Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen  PAS). Jokowi disarankan mengisi formasi tersebut dari unsur TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Begitu disarankan Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari) 98 kepada Presiden RI, Joko Widodo, agar disampaikan kepada Menkumham Yasona Laoly. 

“Idealnya Dirjen PAS yang baru itu dari unsur TNI, bukan dari Polri,” kata Ketua Presidium Jari 98, Willy Prakarsa, kepada radarnonstop.co melalui pesan elektroniknya, Sabtu (29/2/2020).

BERITA TERKAIT :
Meski Diguyur Hujan, Dukcapil Penjaringan Tetap Gelar Pelayanan di Pos RW 17
Biar Tahu Item Loksem Binaan UMKM, Kelurahan Penjaringan Tebar Data di Website Pemkot Jakut

Alasannya, untuk menghindari terjadinya conflict of interest dan supaya terlihat netral. Sebab, jika Dirjen PAS dari unsur Polri dikhawatirkan akan banyak mengalami gangguan dan hambatan.

“Di dalam Lapas dan Rutan itu banyak Napi tangkapan Polri di lapangan. Jika Dirjen PAS dipimpin oleh TNI, saya optimis tidak ada yang namanya jabatan Kalapas dan Karutan harus melulu menggunakan upeti. Minimal Kalapas dan Karutan dapat diarahkan dan bekerja dengan aturan yang sebenarnya,” katanya.

Willy juga mengatakan, persoalan utama Lapas dan Rutan adalah banyaknya tangkapan penyalahgunaan narkoba oleh  penyidik Narkoba, BNN dan Polri.

“Kenapa banyak penghuni Rutan dan Lapas yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba? Hal ini dikarenakan kebijakan hukum nasional tentang penyalahgunaan narkoba belum seperti di negara - negara lain, khususnya Eropa,” beber Willy.

Di Eropa, jelasnya, pemberantasan narkoba fokus pada pencegahan masuknya barang haram tersebut ke teritorial negara mereka. Bukan seperti disini menangkapi individu - individu, mulai dari kurir, pemakai hingga bandar.

“Yakinlah, selama barangnya tetap bisa masuk ke Indonesia, pasti akan muncul kurir - kurir baru, pemakai baru dan bandar baru,” jelas Willy.

Penyalahguna narkoba, lanjut Willy, sebaiknya ditempatkan di satu lokasi dimana mereka bebas memakai barang haram tersebut dengan diawasi oleh aparat Kepolisiaan dan BNN.

“Metode ini mencontoh Eropa dan Amerika. Dengan begitu pengedar gelap narkoba mudah ditangkap di luar lokasi tempat yang diperbolehkan konsumsi  narkoba dengan batas waktu dan batas umur yang ditentukan,” terang Willy.

Seterusnya, Willy juga mendorong agar Undang - Undang tentang pemberantasan narkoba segera direvisi untuk memperjelas dan mempertegas perlakuan terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba, mulai dari kurir, pemakai, bandar dan oknum aparat yang terlibat.

“Selama ini rehabilitasi membebani pemerintah dengan biaya rehabilitasi. Rehabilitasi adalah tanggung jawab keluarga bukan pemerintah. Konsep ini rehablitasi yang ada saat ini sudah tidak cocok. Rehabilitasi bukan cara penanggulangan narkoba, itu adalah tanggung jawab pribadi penyalahguna narkoba,” tegasnya.

“Kalau melulu negara beri anggaran untuk rehabilitasi, berapa banyak keuangan negara yang bocor untuk penyalahguna Narkoba itu sendiri? Karena itu, revisi Undang - Undang soal rehablitasi penyalahgunaan narkoba mutlak dan harus segera dilakukan,” pungkas pendukung Jokowi ini.