RADAR NONSTOP - Utak-atik siapa yang bakal menang di pilpres masih lentur. Buktinya, Jokowi yang diyakini bakal menang lawan Prabowo ternyata tidak ada jaminan.
Karena jika kondisi ekonomi terus digoreng bisa berdampak buruk buat Jokowi. Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, mengatakan tak ada jaminan dukungan tren terhadap Jokowi akan terus menerus naik. Sebab terdapat sejumlah faktor fundamental yang akan memberikan pengaruh terhadap dukungan Jokowi.
Kata dia, pemilu masih lama dan tidak bisa duduk manis sebagai tim Jokowi. Banyak faktor yang berpengaruh. "Faktor fundamental di antaranya ekonomi, politik, hukum, dan keamanan," kata Djayadi di kantor SMRC, Jakarta, Minggu 7 Oktober 2018.
BERITA TERKAIT :Eks Watimpres Sidarto, Dekat Dengan Jokowi Tapi Kecewa Ke Mulyono
Beda Dengan Jokowi, Prabowo Tancap Gas Tanpa Pecitraan Dan Bawa Oleh-Oleh Investasi
Menurutnya, faktor fundamental bisa mempengaruhi pertarungan dalam pilpres. Misalnya situasi ekonomi memburuk ditunjukkan dengan inflasi, politik tak stabil, Jokowi membuat blunder politik, ataupun situasi keamanan.
Survei SMRC pun mengungkapkan kondisi ekonomi, politik, hukum, dan keamanan saat ini. Kondisi ekonomi nasional dianggap 39,1 persen lebih baik dan 2,7 persen jauh lebih baik. Sementara tidak ada perubahan 29,3 persen, lebih buruk 21 persen, dan jauh lebih buruk 1 persen.
Sementara kondisi politik nasional saat ini 1 persen sangat baik, 34 persen baik, baik 37 persen dianggap sedang, buruk 12 persen, dan 2 persen sangat buruk.
Seperti diberitakan, kubu Prabowo terus memainkan isu ekonomi. Bahkan, Prabowo dan Sandi menyebut kondisi ekonomi kita sudah lampu merah.
"Penilaian kondisi politik baik pada September 2008 itu 29 persen, sedangkan September 2018 lebih tinggi, 35 persen," kata Djayadi.
Adapun kondisi penegakan hukum dianggap sangat baik 3 persen, baik 49 persen, sedang 28 persen, buruk 14 persen, dan sangat buruk 1 persen.
"Penilaian atas penegakan hukum 'baik' pada September 2008 ada 37 persen, dan pada September 2018 lebih tinggi 51 persen," kata Djayadi.
Lalu kondisi keamanan dianggap sangat baik 4 persen, baik 63 persen, sedang 23 persen, buruk 8 persen, dan sangat buruk 1 persen.
"Penilaian atas kondisi keamanan 'baik' pada September 2008 sebesar 55 persen, pada September 2018 lebih tinggi 66 persen," kata Djayadi.
Menurut Djayadi, penilaian atas faktor fundamental di atas secara umum lebih positif pada masa Jokowi dibandingkan masa Susilo Bambang Yudhoyono. "Bila pemerintah salah dalam mengelola masalah, tren positif dukungan pada Jokowi sekarang ini bisa berbalik arah," kata Djayadi.