RADAR NONSTOP--Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta, Saefullah dinilai telah mengangkangi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta. Saefullah pun sangat layak dicopot dari jabatannya sebagai sekda.
Adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2016 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga serta Peraturan Gubernur No. 116 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan Kelengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Dewan Kota/Dewan Kabupaten yang telah dikangkangi Syaifullah selaku sekda DKI. "Sebagai sekda DKI, Syaifullah telah mengangkangi dua pergub. Yakni Pergub No. 171/2106 dan Pergub No. 116/2013," ungkap Direktur Eksekutif Advokasi dan Perlindungan Hak Rakyat Indonesia (APHRI), Farouk Alhabsy, kepada Radar Nonstop, di Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Menurutnya, sekda tidak menjalankan dua pergub tersebut. "Karena, sebagian besar (hampir semua) ketua RT/RW dan dewan kota (dekot), anggota Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), FKDM (Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat) dan lembaga sejenis lainnya yang dibiayai APBD DKI tidak mengundurkan diri jadi calon legislatif (caleg). Harusnya mundur dong karena mereka tidak boleh menggunakan fasilitas negara dari pemerintah daerah (dibiayai APBD). Kan dekot, FPK, FKDM dll. yang jadi caleg dapat honor dari APBD. Sekda mengapa diam saja?," tukasnya.
BERITA TERKAIT :Orang Heru & Joko Di Jakarta Bakal Kena Bersih-Bersih, Otaknya Marullah?
Marullah Jadi Sekda DKI Lagi, Pejabat Asal Betawi Bakal Bersinar
Harusnya, tegas Farouk, Sekda Syaifullah memerintahkan jajaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi DKI dan biro tata pemerintahan (yang menangani RT/RW, dekot) agar melarang para anggota dekot, FPK, FKDM dan sejenisnya menjadi caleg. "Atau meminta mereka mundur dari anggota lembaga-lembaga itu saat sudah ditetapkan sebagai caleg tetap," tandasnya.
Ia melihat Bakesbangpol DKI hanya membuat himbauan. "Harusnya larangan dong. Jangan hanya himbauan. Sekda seperti melakukan pembiaran. Mereka anggota FPK, dekot, FKDM yang jadi caleg bisa masuk kategori korupsi lho kalau tidak mundur. Karena, menggunakan fasilitas negara dari pemerintah daerah. Ini sekda bisa kena," cetusnya.
Selanjutnya, kinerja Sekda Syaifullah sendiri saat ini sangat dipertanyakan. "Sekda ini tidak tegas. Banyak kepala dinas yang masih plt.(pelaksana tugas). Ini menyebabkan penyerapan anggaran jadi rendah nantinya," imbuhnya.
Kalau tidak becus, kata dia, copot saja Syaifullah dari sekda. "Syaifullah ini kan juga bisa dikatakan orangnya Jokowi/Ahok dulu. Apalagi sudah membiarkan atau mengangkangi pergub seperti ini. Sangat layak dicopot dan diganti dengan yang lain yang bisa patuh dengan Gubernur Anies," pintanya.
Terpisah, Ketua Umum Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto mengatakan, Syaifullah sebagai sekda harus menjalankan aturan. "Jangan seperti itu dia (mengangkangi pergub). Syaifullah bisa memanggil para anggota dekot, FPK, FKDM atau ketua RT/RW yang jadi caleg. Suruh mereka pilih. Tetap jadi caleg, tapi mundur dari keanggotaan lembaga-lembaga itu. Atau, mundur dari caleg, dan tetap menjadi anggota dekot, FPK, FKDM dan sejenisnya," ungkap SGY (sapaan akrab Sugiyanto.
Dijelaskan SGY, Bawaslu/Panwaslu di DKI bisa turun tangan dalam hal ini. "Masyarakat bisa mengadukan ke panwas tentunya," SGY berkata.
Investigasi Radar Nonstop di lapangan menemukan, dari seluruh wilayah, hanya pimpinan Kesbangpol Jakarta Timur yang berani mengambil tindakan tegas. Dua anggota Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jakarta Timur (wakil ketua dan sekretaris) mengundurkan diri dengan alasan menjadi Caleg DPRD DKI dan DPRD Maluku Utara pada Pemilu 2019.
Sedangkan, keanggotaan FKDM di Jaktim belum mengundurkan diri. "Ya betul. Kami telah meminta keduanya (anggota FPK Jaktim) mundur. Dan kami telah menyetop honor mereka karena keduanya telah ditetapkan sebagai caleg. Mereka tidak boleh lagi menggunakan fasilitas negara dari pemerintah daerah dalam hal ini tidak boleh lagi menerima honor dari APBD," papar Kepala Sub Bidang Ideologi Wawasan Kebangsaan dan Politik (Kasubbid Idewasbangpol) Bakesbangpol Jakarta Timur, Robertho Manurung saat dikonfirmasi Radar Nonstop.
Alasan lain, jelas Robertho, pemberian honor oleh pemda sangat bertentangan dengan aturan jika mereka tidak mengundurkan diri. "Dan akan menjadikan potensi konflik di masyarakat karena jadwal dan tahapan kampanye sudah berlangsung saat ini dengan waktu yang cukup lama. Mengingat juga, ada perbedaan partai para caleg serta dukungan pilpres yang berbeda pula," jelasnya lagi.
Bahkan, Robertho pun telah melaporkan hal ini ke Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. "Ya kami sudah laporkan persoalan ini ke Pak Mendagri Tjahjo Kumolo. Karena, kalau tidak, nanti akan jadi gaduh dan berpotensi jadi konflik di ibukota," ucap Robertho.