RADAR NONSTOP - Penyampaian visi misi Cawagub DKI Jakarta melalui teleconference/video conference dinilai ilegal alias tidak sah.
Soalnya, penyampaian visi misi melalui teleconference/video conference ini tidak diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2020.
Begitu dikatakan pengamat kebijakan publik Amir Hamzah melalui keterangan persnya kepada awak media, Jumat (3/4/2020).
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
"Karena tidak diatur, maka penyampaian visi misi melalui teleconference/video conference ini, melanggar peraturan," tegas Amir Hamzah.
Menurut Amir, dalam situasi dimana Jakarta menjadi episentrum penyebaran Covid-19, seharusnya DPRD menunda proses pemilihan Wagub DKI hingga situasi aman.
Sebab, meski Badan Musyawarah (Bamus) dalam rapat 27 Maret lalu memutuskan untuk menunda pemilihan Wagub dari 23 Maret ke 6 April 2020, namun kebijakan itu dapat dianulir mengingat ketika kebijakan itu dibuat, Bamus mengacu pada kebijakan Gubernur Anies Baswedan yang menetapkan Jakarta dalam status Tanggap Darurat Bencana Covid-19 hingga 5 April.
"Gubernur telah memperpanjang status itu hingga 19 April akibat jumlah pasien positif Corona yang justru terus bertambah. Jadi, jika acuan Bamus adalah status Tanggap Darurat Bencana Covid-19 yang ditetapkan Gubernur,.maka ada baiknya Bamus juga membuat keputusan baru yang kembali mengacu pada kebijakan Gubernur itu, yakni menunda pemilihan Wagub hingga setelah 19 April," katanya.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini menilai, sikap ngotot DPRD untuk tetap menyelenggarakan pemilihan Wagub pada 6 April, dan didahului dengan penyampaian visi misi melalui teleconference/video conference pada hari ini, merupakan bentuk kegagalan lembaga wakil rakyat itu dalam mengatasi desakan Gerindra yang tetap ingin agar pemilihan Wagub dilakukan secepatnya, tanpa ditunda-tunda lagi.
"Yang sangat disayangkan, Ketua DPRD sendiri yang menunda pemilihan Wagub yang seharusnya dilaksanakan pada 23 Maret, dengan alasan karena adanya wabah Covud-19. Kalau pada akhirnya pemilihan Wagub tetap dilakukan pada 6 April, di saat Covid-19 masih mewabah, untuk apa pula pemilihan tanggal 23 Maret ditunda?" tegas Amir.
Seperti diketahui, kursi Wagub DKI Jakarta kosong sejak Sandiaga Uno mundur pada Agustus 2018 untuk mengikuti Pilpres 2019. Sebagai pengusung Anies-Sandi di Pilgub Jakarta 2017, PKS dan Gerindra mengajukan nama Nurmansjah Lubis dan Ahmad Riza Patria kepada DPRD untuk dipilih salah satunya sebagai pengganti Sandi.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, Bamus akhirnya menetapkan pemilihan Wagub dilakukan pada 23 Maret 2020, namun pada 20 Maret 2020 Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menerbitkan surat yang menunda pemilihan hingga waktu yang belum ditetapkan, karena adanya wabah Covid-19.
Kebijakan Ketua DPRD diprotes Gerindra dan Panitia Pemilihan (Panlih) Wagub, sehingga Bamus pun kembali rapat dan menetapkan pemilihan dilakukan pada 6 April, karena status Jakarta dalam Tanggap Darurat Bencana Covid-19 yang ditetapkan Gubernur Anies Baswedan berakhir pada 5 April.
Pada 28 Maret 2020, Anies memperpanjang status Tanggap Darurat itu karena jumlah pasien positif Covid-19 dan yang berstatus orang dalam pantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP), terus bertambah.
Amir meminta Gerindra untuk legowo menunda pemilihan Wagub hingga wabah Covid-19 benar-benar telah teratasi, karena event pemilihan Wagub yang pastinya akan mengumpulkan banyak orang, berpotensi menjadi cluster penyebaran dan penularan virus mematikan dari China itu.
"Dari hitung-hitungan saya, kapan pun pemilihan dilakukan, calon dari Gerindra (Ahmad Riza Patria) akan memenangkan pemilihan kok, karena didukung mayoritas fraksi di DPRD," pungkasnya.
Seperti diketahui, Jakarta menjadi provinsi dengan kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia, sehingga provinsi ini dianggap menjadi episentrum penyebaran virus itu di Indonesia.
Dari 1.790 pasien positif Covid-19 di Indonesia hingga Kamis (2/4/2020), 990 pasien di antaranya berada di Jakarta, dan dari 170 pasien positif Corona yang meninggal, 95 di antaranya juga di Jakarta.
Jumlah ini diperkirakan masih akan terus bertambah, karena jumlah ODP maupun PDP mencapai ratusan orang.