Jumat,  22 November 2024

Banyak Tanah Belum Ada Sartifikat, Aset Bermasalah Di DKI Tembus Ratusan Triliun 

NS/RN
Banyak Tanah Belum Ada Sartifikat, Aset Bermasalah Di DKI Tembus Ratusan Triliun 
Ilustrasi tanah milik DKI Jakarta.

RADAR NONSTOP - Aset milik DKI Jakarta banyak masalah. Bahkan, tanah yang dinyatakan milik pemprov juga banyak tidak bersartifikat. 

Dalam catatan KPK terkait aset tidak bergerak, data per 31 Desember 2019 menunjukkan baru 3.202 bidang tanah yang tersertifikasi atau 9,99% dari keseluruhan 32.039 bidang tanah yang dimiliki Pemda DKI. Capaian ini termasuk yang paling rendah di antara provinsi lainnya.

Untuk itu KPK memberikan rekomendasi yang perlu dilakukan pemprov untuk mempercepat sertifikasi serta penertiban aset maupun fasilitas umum dan fasilitas sosial.

BERITA TERKAIT :
Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor

Rekomendasi KPK itu antara lain membentuk pokja penyelesaian aset bermasalah, penetapan Perda pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD), identifikasi aset bersama seluruh OPD, koordinasi dengan BPN dan kejaksaan, kunjungan aset bermasalah, pemasangan papan bicara/tanda batas, identifikasi dan verifikasi fasum-fasos.

Selain aset, KPK juga menyoroti soal capaian rencana aksi Optimalisasi Pajak Daerah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selama Januari sampai April 2020 masih relatif rendah dibandingkan tahun 2019. KPK menyebut persentasenya masih di angka 39,5 persen, dengan besaran nilai Rp 8,2 triliun.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat persentase capaian rencana aksi Optimalisasi Pajak Daerah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selama Januari sampai April 2020 masih relatif rendah, yakni 39,5 persen, dengan besaran nilai Rp 8,2 triliun. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan rentang waktu yang sama di tahun 2019, yang mencapai Rp 8,8 triliun," Kata Kepala Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah III KPK, Aida Ratna Zulaiha dalam keterangan tertulis, Rabu (3/6/2020).

Aida menyampaikan hal tersebut dalam rapat koordinasi secara daring dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada Selasa, (2/6). Dalam pertemuan itu, Aida juga menyampaikan sejumlah capaian penerimaan dari pajak Pemprov DKI selama 2019.

Menurut Aida, realisasi PKB dan PBBKB pada tahun 2019 berturut-turut adalah sekitar Rp 8,4 triliun dan Rp 1,6 triliun. Kemudian untuk realisasi penerimaan pajak hotel, restoran, hiburan, dan parkir, Aida menyebut DKI Jakarta mampu mengumpulkannya hingga Rp 509,6 miliar pada 2019. Lalu untuk BPHTB, realisasi penerimaan mencapai Rp 1,026 triliun.

Tak hanya itu, Aida mengatakan Pemprov DKI Jakarta telah memasang alat rekam pajak sebanyak total 4.856 buah di tahun 2019. Alat ini ditempatkan di sejumlah hotel, restoran, tempat hiburan, dan parkir di seputar wilayah Jakarta.

Sementara itu, perwakilan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Ali Hanafiah, mengatakan masih rendahnya pencapaian penerimaan pajak daerah di wilayah kerjanya, disebabkan oleh beberapa kendala. Ia menyebutkan kendala itu di antaranya perlunya harmonisasi beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan pajak daerah hingga pembenahan pola penanganan penarikan pajak dari BUMN, seperti PT Pertamina dan PT PLN.

"Di samping itu, bencana Covid-19 juga mengakibatkan sulitnya memperoleh penerimaan pajak, karena sejumlah bisnis di wilayah Jakarta menutup usahanya untuk sementara," kata Ali Hanafiah.

Ia menyebut hingga saat ini memang belum ada rekonsiliasi data wajib pajak antara pihaknya, Bapenda DKI Jakarta dengan salah satu BUMN, di mana para penyedia yang menjadi mitra BUMN terkait menjadi wajib pajak di wilayah DKI Jakarta. Menurut Hanafiah, ke depan harus ada upaya ke arah rekonsiliasi data wajib pajak tersebut.

"Terkait rekonsiliasi data, masih ada keberatan dari sejumlah penyedia ketika data mereka diinformasikan pada pihak lain di luar BUMN bersangkutan. Para penyedia tersebut khawatir data mereka akan tersebar ke kompetitornya," ujarnya.

Tak hanya soal optimalisasi pajak daerah, KPK juga mencatat masih ada sejumlah aset bermasalah di DKI. Permasalahan aset itu antara lain, aset yang dikuasai oleh pihak ketiga, aset Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan atau Warisan Belanda (P3MB), rumah atau kendaraan dinas yang masih dalam penguasaan pensiunan, serta aset yang belum optimal pemanfaatannya.

Kepala Koordinator Wilayah III KPK Abdul Haris mengatakan, aset-aset bermasalah di DKI Jakarta tersebut nilainya mencapai ratusan triliun. Ia berharap permasalahan aset di DKI itu segera diselesaikan.

"Aset-aset ini dapat kita selesaikan baik secara perdata maupun secara pidana. Semoga kalaupun harus secara pidana, kita memiliki strategi agar dapat memenangkan perkara yang disidangkan. Diawali dengan pendokumentasian yang benar," kata Abdul Haris.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Jaya menjelaskan bahwa dari 1,8 juta bidang tanah masih terdapat 32.000 bidang tanah campuran milik pemerintah provinsi, kementerian, lembaga maupun umum yang belum selesai prosesnya. Ia juga mengingatkan pentingnya pemasangan papan bicara/tanda batas, termasuk dalam hal ini Pemda DKI.

"Diharapkan tahun 2021 seluruh bidang tanah terpetakan seluruhnya. Pemegang aset minimal menguasai tanahnya," ujarnya.

Kemudian, Kepala BPAD Pujiono menambahkan terkait data aset kendaraan operasional yang teregistrasi berjumlah 17.110 unit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 68% atau 11.640 memiliki dokumen.

"Jumlah yang telah teridentifikasi sebanyak 4.458 dokumen, sisanya masih dalam proses identifikasi," ujarnya.

Selanjutnya, terkait penanganan aset eks asing atau P3MB, Pujiono mengakui memang belum optimal dan butuh waktu untuk mempelajari riwayat aset. Selain itu, kendala penanganan aset diantaranya pengelolaan fasum fasos belum terintegrasi antar SKPD sehingga menyulitkan koordinasi.

#Pajak   #AsetDKI   #KPK