RADAR NONSTOP - Banyak pihak geregetan soal robohnya shetpile atau beton penyangga sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
Pasalnya, akibat robohnya beton penyangga sampah sepanjang 60 meter itu berdampak terhadap pencemaran air sungai Cisadane dan pencemaran udara, Sabtu (6/5/2020).
Salah satu warga Jalan Gang Asem, Serpong, Andre (42), mengaku pusing akibat pencemaran bau sampah Cipeucang pasca shetpile roboh. Bahkan, bapak satu anak itu merasa tidak dapat menikmati makan dirumah lantaran bau sampah yang menyengat.
BERITA TERKAIT :JARI’98 Serukan Taat Pajak Dan Minta KPK, BPK, Kejagung Serta Kepolisian Audit APBD Benyamin Davnie
Yakin Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran Miliki Integritas dan Kapabilitas, JABRIG: Audit dan Periksa Harta Kekayaan Benyamin Davnie
"Saat ada angin kesini bau menyengat sampah terasa sekali, saya sampai pusing dan mual. Baru ini tidak seperti biasanya, bahkan kalau makan saja jadi tidak nyaman dirumah," kata Andre saat berbincang dengan Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group).
Aktivis lingkungan hidup dari Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (YAPELH), Ade Yunus kepada Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) mengatakan, robohnya shetpile TPA Cipeucang sangat berdampak terhadap lingkungan sungai Cisadane.
Ade mengaku saat melakukan penyisiran bersih-bersih sungai Cisadane pasca shetpile roboh, masih banyak sampah yang belum terangkat. Keberadaan sampah diseputaran lokasi longsor, kata Ade, justru membuat dangkal sungai.
"Masih banyak sampah diseputar lokasi longsor, sampah-sampah tersebut justru bikin sungai dangkal. Penanggungjawab TPA Cipeucang hanya mengambil sampah dari permukaannya saja, tidak mengambil sampah yang ada di dasar sungai," terang Ade Yunus ketika berbincang dengan Radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group).
Dengan begitu, aktivis lingkungan hidup dan Direktur Banksasuci tersebut mempertanyakan apakah Pemkot Tangsel dan kontraktor sudah memiliki dokumen Kajian DED, AMDAL, dan Rekomtek dari BBWS Ciliwung Cisadane?
Andai saja, kata Ade, bahkan jika Pemkot dan kontraktor memiliki Rekomtek dari BBWSCC, justru Rekomtek tersebut bikin heran dan perlu dipertanyakan.
"Dalam Pasal 22 ayat 1 Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 tentang GSS dan GSD, pemanfaatan GSS itu terbatas, tidak ada didalamnya dapat dimanfaatkan untuk TPA," jelas Ade Yunus.
Kendati demikian, upaya pembersihan sampah dari Sungai Cisadane, menurut Ade, adalah tanggung jawab kontraktor dan pengelola TPA Cipeucang.
Namun, Ade menegaskan, bahwa dugaan pelanggaran karena gagal konstruksi dan kelalaian dalam pengelolaan TPA harus di pertanggung jawabkan secara hukum.
Dikonfirmasi terpisah, Alan, selaku pihak kontraktor enggan memberikan penjelasan terkait adanya tudingan robohnya shetpile yang diduga adanya kelalaian. Pihaknya lebih memilih menjelaskan usai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel menggelar konferensi pers.
"Nanti tunggu press conference dengan DLH saja baru saya tanggapi ya," jelas Alan singkat.
Seperti diberitakan sebelumnya, DLH Tangsel telah memanggil pengawas proyek sheet file berbendera CV Design Engineering. Pemanggilan itu lantaran DLH menilai CV Design Engineering sebagai penanggung jawab pembuat desaign sheet file yang ambruk akibat longsoran sampah.
Namun, kabarnya pemanggilan CV Design Engineering tersebut tidak dibarengi dengan pemanggilan PT Ramai Jaya Putra Sejati (Aceh) sebagai pemenang tender pekerjaan proyek sheet file sepanjang 500 meter di TPA Cipeucang dengan nilai sekitar Rp 24 milliar.