Oleh: Tom Pasaribu, Direktur eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I)
RADAR NONSTOP - Pandemi covid-19 saat ini disebahagian masyarakat Indonesia dianggap hanya sebagai pepesan kosong, demi mempertahankan hidup dari himpitan ekonomi, kalaupun terpaksa terkena virus covid-19, sebuah resiko yang harus dihadapi.
Pemikiran rakyat menengah kebawah saat ini meski pandemic covid-19 bisa membuat mati, himpitan ekonomi yang terjadi juga akan menciptakan kematian bila tidak ada usaha untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing.
BERITA TERKAIT :Audit JIExpo Mencuat, Aktivis Anti Korupsi Minta BPK Turun Cek Keuntungan PRJ
PRJ Bukan Pesta Rakyat Tapi Ajang Orang Tajir?
Tanggungjawab sebagai tolak punggung keluarga harus dipertanggungjawabkan tanpa harus mengeluh dan berkeluh kesah. Pikiran rakyat saat ini kalaupun mati akibat pandemic covid-19 adalah sebuah perjuangan untuk mempertahankan serta menyelamatkan kehidupan keluarga.
Apapun situasi yang terjadi rakyat tetap manut terhadap pemerintahan dan keputusan partai karena Pancasila sudah mengakar di sanubari, walaupun harus menjadi korban keganasan pandemic covid-19 dan politik rakyat akan tetap menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, meskipun harus dibingungkan aturan-aturan yang berbeda-beda selama pandemic covid-19, bahkan dalam hitungan jam peraturan-peraturan selama pandemic covid-19 ini berubah-ubah, yang satu bilang A yang satu bilang B.
Saat ini jumlah Positif pandemic covid-19 berjumlah 57.770 orang setiap harinya bertambah kurang lebih rata-rata 1000 orang perhari, apakah karena pemerintah tidak serius dalam penanganan nademi covid-19?
Sampai saat ini tidak ada keseriusan untuk menangani pencegahan, pengobatan dan penularan pandemic covid-19 terhadap rakyat Indonesia, kebijakan pemerintah hanya sebuah retorika, kalau Pemerintah benar-benar serius maka kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus benar-benar menyelamatkan rakyat dari pandemic covid-19 sesuai amanah Pembukaan UUD 1945, demikian juga tindakan pemerintah harus sangat luar biasa, dengan segala cara berusaha mencari obat maupun ramuan untuk mencegah, mengobati serta memutus mata rantai penularan pandemic covid-19.
Pemerintah, Negara maupun elit politik, lebih terkesan membiarkan rakyat saat ini untuk menyelamatkan diri masing-masing dari situasi yang sulit ini.
Pemerintah hanya berusaha menjaga agar tidak terjadi krisis yang begitu dalam melalui UU No 2 Tahun 2020 mengingat hutang Negara sudah 5000 triliun lebih, serta tidak boleh tersandung hukum kalaupun kebijakannya tidak tepat, toh juga yang bayar rakyat kok, sementara Lembaga negara lainnya sibuk bertengkar dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan “Üang” serta “Kekuasaan dan Jabatan” seperti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sekarang mau berubah dengan RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP), tagihan listrik yang tidak jelas, pengadaan APD, kasus Jiwasraya, Refisi RUU Pemilu tentang ambang batas, pembakaran bendera, kasus berita hoaks, Pilpres 2024, rasio Utang Pemerintah tembus 37%, pelanggaran kode etik ketua KPK, Ketua dan komisioner KPU, penggunaan kantong plastik, Iuran BPJS naik, Bunga Hutang tinggi dari kreditor multirateral, penempatan komisaris dan direktur BUMN, beli pesawat di 2021 pilih sukhoi atau F 16, menjadi kepala desa beli suara dari 50 ribu sampai 1 juta. Inilah berita-berita dimedia.
Sementara rakyat yang harus terpaksa melakukan rapid test dan swap harus dipungut biaya yang begitu mahal, bukankah arah dan kebijakan negara ini benar-benar hanya membela golongan dan kelompok mereka saja? Sementara rakyat lainnya hanya sebagai pelengkap penderita yang setiap waktu harus siap jadi korban dan tumbal.
Pembahasan RUU HIP yang akan berubah menjadi RUU PIP menurut para elit politik adalah demi kepentingan rakyat. Agar rakyat mengerti cara menginternalisasikan Pancasila dalam kehidupan, padahal sudah jelas-jelas nyata rakyat sangat setia terhadap Pancasila dalam situasi apapun.
Biar semakin terang benderang dan jelas serta terbuka, apakah yang dijalankan pemerintah, Lembaga negara elit politik dan partai sudah sesuai dengan Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945? Sebaliknya apakah rakyat Indonesia sudah menjalankan kehidupannya sehari-hari sesuai dengan Pembukaan UUD 1945?
Saya hanya perlu mengingatkan hati-hati dengan gerakan rakyat yang benar-benar tidak terkontaminasi dengan kekuasaan dan para elit politik, yang benar-benar rindu dan berharap perjalanan bangsa ini sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. Sebab ada titik jenuh rakyat melihat situasi dan kondisi ini, tinggal bagaimana menyadarkan rakyat dari tidurnya agar benar-benar paham telah menjadi korban.