RADAR NONSTOP- BUMN kini sedang menghadapi krisis utang dan risiko gagal bayar yang serius, akibat kesalahan Pemerintah dalam lima tahun terakhir.
Menurut data Bank Indonesia (BI), dalam lima tahun terakhir total utang luar negeri seluruh BUMN terus mengalami kenaikan. Hal itu dipicu karena adanya pengerjaan proyek-proyek Pemerintah disaat tidak punya uang.
"Hingga April 2020, nilai utang luar negeri BUMN mencapai US$55,3 miliar, atau setara Rp775 triliun. Jumlah itu mencapai lebih dari seperempat total utang luar negeri swasta yang mencapai US$207,8 miliar. Padahal, pada 2014, total utang BUMN masih ada di angka US$30,7 miliar," ujar Anggota DPR RI Fadli Zon di Jakarta, (9/7).
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Sebagai catatan, kata Fadli, antara Mei hingga Desember 2020, ada 13 BUMN yang memiliki obligasi jatuh tempo. Yang paling besar nilainya adalah Bank Tabungan Negara (BTN), yaitu Rp5,4 triliun, disusul Pupuk Indonesia, senilai Rp4,1 triliun.
"Kalau BUMN menghadapi risiko gagal bayar, pemulihan ekonomi kita akan kian sulit," ucapnya.
Fadly menambahkan, model pembangunan yang manipulatif seharusnya tak diteruskan. Terbukti, BUMN kita saat ini terjebak dalam pusaran utang yang bisa memperburuk krisis ekonomi.