Jumat,  26 April 2024

Kasus Djoko Tjandra

Bareskrim Tetapkan 2 Jenderal Polisi Jadi Tersangka, Jari 98: Kabareskrim Wujudkan Kepolisian Promoter

RN/CR
Bareskrim Tetapkan 2 Jenderal Polisi Jadi Tersangka, Jari 98: Kabareskrim Wujudkan Kepolisian Promoter
Kabareskrim Polri, Listyo Sigit Prabowo -Net

RADAR NONSTOP - Kabareskrim Polri, Listyo Sigit Prabowo kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan supremasi hukum.

Dua Jenderal Polisi aktif, berbintang 1 dan 2 ditetapkan menjadi tersangka kasus Djoko Tjandra. Kedua Jenderal Polisi tersebut adalah Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

"Ini menjadi angin segar dalam upaya mewujudkan Kepolisian yang Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter),” ujar Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari) 98, Willy Prakarsa saat ditemui di acara akad nikah putra keduanya, Prayoga Aji Baskara dengan Balqis Nur Karimah di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (15/8/2020).

BERITA TERKAIT :
Dukung Hakim MK, JARI’98: Putusannya Pasti Cantik dan Rasional
Wujudkan Generasi Sehat dan Tangguh, Puskes Penjaringan: Yuk Kita Lakukan Imunisasi si Buah Hati

Dengan prestasi Listyo Sigit dalam penegakan hukum ini, Willy yakin bahwa Kabareskrim dapat memberikan rasa adil bagi pencari keadilan dan mampu mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri.

”Ini prestasi luar biasa dari Bareskrim Polri, dengan Profesionalisme dan Dedikasi yang tinggi untuk bangsa ini, Komjen Listyo Sigit mampu menjawab keraguan publik dengan kerja nyata, keberhasilan menangkap Djoko Tjandra dan ketegasannya terhadap para Jenderal nakal itu merupakan poin besar untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada institusi Polri,” beber Willy.

Sebelumnya diberitakan, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan dua jenderal polisi sebagai tersangka dalam pusaran kasus Djoko Tjandra. Mereka adalah Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

"Kedua penerima itu, yang kita tetapkan sebagai tersangka adalah PU (Prasetijo Utomo) kemudian kedua adalah NB (Napoleon Bonaparte)," ujar Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Argo Yuwono di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (14/8/2020)

Prasetijo dan Napoleon adalah dua jenderal aktif di instusi Polri. Napoleon adalah jenderal bintang dua yang menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hub Inter), sementara Prasetijo adalah jenderal bintang satu yang menjabat Kepala Korwas PPNS di bawah Bareskrim.

Diketahui, kasus yang melibatkan Djoko Tjandra oleh polisi dibagi dalam dua kasus pidana, yakni pidana umum dengan total tiga tersangka dan tindak pidana korupsi dengan empat tersangka.

Dalam kasus pidana umum, yakni pembuatan dan penggunaan surat jalan palsu, polisi menetapkan status tersangkat erhadap DJoko Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking serta Brigjen Prasetijo Utomo.

Ketiganya mengenakan pasal pasal 263 ayat 1 dan 2 juncto pasal 42 juncto pasal 221 KUHP dengan ancaman pidana lima tahun penjara.

Dalam kasus suap atau gratifikasi terkait penghapusan nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice, polisi menetapkan 4 tersangka, 2 selaku pemberi dan 2 lainnya sebagai penerima.

Tersangka yang diduga memberi uang yakni Djoko Tjandra dan TS. Kepada keduanya polisi mengenakan pasal 5 ayat 1, kemudian pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 20O2 tentang Tipikor, juncto pasal 5 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Sedangkan sebagai penerima dua tersangka yakni Napoleon Bonaparte (NB) dan Prasetijo Utomo (PU). Kepada keduanya, polisi mengenakan pasal 5 ayat 2, lalu pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor dan pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.

Selain lima tersangka tersebut, Kejaksaan Agung diketahui juga telah menetapkan Jaksa Pinangki sebagai tersangka. Pinangki diduga menerima hadiah atau janji hadiah dari Djoko Tjandra dalam kasus pengurusan fatwa Djoko ke MA 2019 silam.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setyono mengatakan Pinangki diduga menerima suap Rp7 miliar dari Djoko Tjandra.

"Sementara kemarin yang beredar di media maupun hasil pemeriksaan pengawasan itu kan diduga sekitar $500 ribu, kalau dirupiahkan kira-kira 7 miliar," kata Hari dalam konferensi pers daring, Rabu (12/8/2020).