Jumat,  22 November 2024

OPINI

Mau Irit, Saatnya Menikah Diera Pandemi 

Jany/RN
Mau Irit, Saatnya Menikah Diera Pandemi 
Ilustrasi

RADAR NONSTOP - Corona bukan hanya membawa petaka buat pasangan suami istri (pasutri). Tapi, inilah saatnya Anda menjalin hubungan serius dengan pasangan. 

Karena, disaat pandemi Corona pengeluaran pesta nikah akan mudah ditekan. Jika dalam situasi normal, bisa Anda bayangkan jika melasungkan pesta nikah. 

Minimal untuk menggelar pernikahan di rumah atau pesta biasa, Anda akan mengelaurkan minimal dana Rp 50 juta. Dana tersebut bisa bengkak jika pesta digelar di gedung atau hotel. 

BERITA TERKAIT :
Jelang Pilkada DKI 2024, Warga Penjaringan Jakut Banyak Yang Daftar Untuk "Coblos" Malam Pertama
RIDO Kalah Di-Survei Dengan Pram-Rano, KIM Plus Masih Mandek Akibat Janda Kaya

Kementerian Agama (Kemenag) mencatat puluhan ribu calon pengantin (catin) telah mendaftar nikah secara online lewat Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) di situs resmi simkah.kemenag.go.id di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

Jumlah pendaftar nikah online terus bertambah meski Kemenag telah menghentikan pelayanan akad nikah selama pandemi corona.

Data simkah.kemenag.go.id mencatat, sampai sekarang sudah hampir 30 ribu catin yang mendaftar secara online. Jimy misalnya dia baru saja menikah dengan kekasihnya pada tanggal 30 Agustus 2020. 

Karena pandemi, pernikahan digelar di KUA kawasan Jakarta Barat. "Kami hanya mengundang keluarga dekat. itupun tidak banyak sekitar 20 orang, hanya habis Rp 5 juta," ungkapnya kepada radar nonstop, Senin (1/9) malam.

Karyawan swasta di kawasan Thamrin, Jakpus ini keluarga pacarnya ketika acara sederhana juga memaklumi karena lagi pandemi. "Jadi sisa duitnya yang sudah saya siapkan Rp 50 juta bisa buat keperluan lain. Alhamdulillah jadi irit dah," bebernya. 

Tapi, Corona juga telah merusak banyak pasutri. Tercatat sejak bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus. Padahal, saat awal penerapan PSBB pada April dan Mei 2020, perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus. 

Gugatan cerai umunya didasari faktor ekonomi. Dan mayoritas gugatan dilakukan oleh para istri. Direktorat Jendral Badan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dirjen Badilag MARI), Aco Nur mengatakan angka perceraian di Pulau Jawa meningkat akibat pandemi COVID-19.

Aco menduga hal itu dilatarbelakangi faktor ekonomi, di mana banyak pencari nafkah harus menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) di saat pandemi.

"Akibat COVID-19 kan banyak di PHK, sehingga ekonomi enggak berjalan lebih baik. Hal itu membuat ibu-ibu enggak mendapat jaminan dari suaminya," ujar Aco di Jakarta, Jumat (28/8/2020).

Mayoritas penggugat cerai yang masuk dalam daftar Pengadilan Agama berasal dari istri, dilandasi faktor ekonomi. Penggugat perceraian umumnya di Pulau Jawa khususnya di Provinsi Jawa Barat, kemudian di kota Semarang, dan Surabaya.

Aco memaparkan saat awal penerapan PSBB pada April dan Mei 2020, perceraian di Indonesia di bawah 20.000 kasus. Namun pada bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus.

Penutupan pengadilan selama PSBB juga memberi pengaruh dalam peningkatan kasus perceraian di Pengadilan Agama, akibat pergeseran pendaftaran cerai di bulan April dan Mei ke bulan Juni dan Juli.

"Jadi pendaftaran April dan Mei tertunda sehingga 

#Opini   #Nikah   #Janda