RADAR NONSTOP - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menilai perubahan yang dilakukan RUU Cipta Kerja terhadap UURI Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, bertentangan dengan semangat UU penyiaran itu sendiri.
"Penghapusan sanksi pidana larangan iklan rokok, minuman keras dan zat adiktif menjadi hanya sanksi administratif tidak sejalan dengan semangat penyiaran yang salah satu tujuannya adalah terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa," ujarnya di Jakarta, Rabu (9/9).
Sukamta juga menguraikan, penghapusan sanksi pidana dapat mengakibatkan semakin banyaknya iklan minuman keras, rokok, zat adiktif, dan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan di radio dan televisi. Larangan iklan terhadap eksploitasi anak di bawah umur juga dapat menyuburkan praktik-praktik eksploitasi anak dalam kegiatan bisnis.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
"Pengontrolan dunia penyiaran menjadi sulit dilakukan jika perpanjangan dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dihapus. Kita akan mengalami kesulitan untuk mengontrol konten penyiaran. Dengan pengaturan yang existing saja dengan adanya perpanjangan IPP secara berkala," jelasnya.
"Kita masih belum mencapai hasil yang memuaskan, apalagi jika kewajiban ini dihapus. Dengan cara apa kita dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Kominfo mengontrol dunia penyiaran?," demikian Sukamta.