RADAR NONSTOP - Harapan pilkada ditunda jauh dari harapan. Apalagi, pemerintah dan DPR sepakat tak menunda pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2020.
Ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta mantan Wapres Jusuf Kalla dan para pemerhati pilkada sebelumnya menyarankan agar pilkada ditunda. Penundaan karena Corona belum juga reda dan pilkada disinylair bisa menjadi klaster baru.
"Bagi pemerintah sendiri alasannya begini kalau kita ikuti pendapat sebagian warga masyarakat agar Pilkada dilaksanakan sesudah pandemi berakhir, itu juga sulit diterima karena tidak ada satu pun orang yang bisa ramalkan kapan COVID-19 itu berakhir," ujar Menko Polhukam Mahfud Md, dalam diskusi virtual yang digelar Mappilu PWI, Kamis (1/10/2020).
BERITA TERKAIT :Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Pilkada Butuh Triliunan Rupiah, Banyak Calon Kena Tipu Tim Sukses
Oleh karena belum dipastikan kapan akan berakhir, Mahfud menyebut kegiatan masyarakat dapat tetap berjalan sambil menerapkan protokol kesehatan. Namun ia memberi catatan agar masyarakat beraktifitas dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat.
"WHO pun badan kesehatan dunia pun itu mengatakan kita tidak tahu ini akan berakhir kapan. Mungkin COVID-19 akan selamanya bersama kita sehingga kita harus menyesuaikan diri melakukan kegiatan-kegiatan yang biasa melakukan kegiatan yang biasa, yang diperlukan tapi juga sadar bahwa di hadapan kita, di samping kita di belakang kita itu ada COVID-19," kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan jika pilkada ditunda hingga tanpa kepastian, pemerintah harus menunjuk pejabat sementara atau Plt. Sementara Plt tidak memiliki kewenangan banyak layaknya kepala daerah definitif, misalnya pengambilan keputusan strategis, penggunaan anggaran terbatas.
Untuk melaksanakan Pilkada dengan protokol COVID-19, Mahfud mengatakan pemerintah sepakat telah memberikan anggaran bagi penyelenggaraan pemilu untuk kebutuhan alat pelindung diri (APD). Nantinya pada hari pemungutan suara pun akan dirancang agar memenuhi protokol kesehatan seperti pengaturan jam kedatangan di TPS agar tak terjadi kerumunan, petugas pemungutan suara juga memakai APD.
Mahfud mengatakan pelaksanaan Pilkada maupun demokrasi sebelumnya tak pernah lepas dari kontroversi. Kontroversi menurutnya hal biasa, karena sebelumnya pilkada pernah digelar dipilih oleh DPRD, dipilih langsung oleh rakyat dan digelar masing-masing secara terpisah di tiap daerah, hingga akhirnya Pilkada diputuskan digelar serentak. Namun kini Pilkada menjadi perdebatan lagi karena digelar di masa pandemi Corona.
"Keputusan harus diambil, pasti ada yang setuju ada yang tidak itu biasa, tidak pernah dalam satu momen Pilkada itu lalu tidak ada kontroversi. Jangankan di tingkat nasional, di tingkat daerah saja kontroversi selalu muncul tentang Pilkada ini," ungkapnya.