Sabtu,  23 November 2024

Omnibus Law UU Ciptaker

Jawaban Tak Logis DPR RI Sulut Kemarahan Rakyat, Demo Makin Panas

RN/CR
Jawaban Tak Logis DPR RI Sulut Kemarahan Rakyat, Demo Makin Panas
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-i), Tom Pasaribu

RADAR NONSTOP - Aksi penolakan terhadap Omnibus Law Undang - Undang Cipta Kerja pecah dimana - mana.

Pernyataan konyol dan tak logis anggota DPR RI terkait Omnibus Law UU Ciptaker di tengah maraknya aksi, justru bagaikan bensin yang disiramkan ke dalam kobaran api. Semakin menambah kemarahan rakyat dan memicu aksi yang semakin membesar.

Karena itu, DPR diminta jangan lagi mengeluarkan pendapat atau komentar - komentar konyol yang tidak masuk logika.  Sebab, hal itu hanya akan menambah kegaduhan semata. 

BERITA TERKAIT :
DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-i), Tom Pasaribu. Ia menegaskan, DPR jangan lagi mengeluarkan pernyataan - pernyataan seperti ukuran kertas, jumlah halaman yang berubah-ubah dari 905 halaman menjadi 1035 halaman dan saat ini menjadi 812 halaman.

“Itu hanya menambah kalut dan memicu kegaduhan saja,” ujar Tom Pasaribu.

Tom menyarankan, sebaiknya DPR membuktikan isi naskah Omnibus Law UU Ciptaker kepada rakyat melalui media elektronik maupun media sosial, agar isi dari Omnibus Law UU Ciptaker yang diributkan masyarakat saat ini dapat terjawab dengan baik.

Hal ini sekaligus mensosialisasikan kepada rakyat Indonesia secara menyeluruh isi dan muatan dari Omnibus Law UU Ciptaker tersebut. 

“Disinformasi hanya akan menambah kecurigaan rakyat. Terlebih Omnibus Law UU Ciptaker ketok palu di tengah situasi dan kondisi pandemi Covid -19,” kata Tom.

“Awalnya DPR pernah mengembalikan RUU Omnibus Law kepada pemerintah, beberapa bulan kemudian tiba - tiba DPR ketok palu sahkan RUU tersebut menjadi Undang - Undang,” ungkapnya.

Waktu lima bulan dalam situasi normal wajar bisa menyelesaikan RUU sampai selesai, namun di saat pandemi Covid -19 saat ini pasti menimbulkan pertanyaan, dalam waktu sesingkat itu DPR dapat menuntaskan Omnibus Law yang nota bene merupakan penggabungan dari berbagai klaster Undang - Undang.

“Ada 11 klaster yang masuk dalam undang-undang ini antara lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus,” beber Tom.

“Sementara, kita ketahui dalam kondisi pandemi Covid -19 saat ini, rapat harus dilakukan sebagian melalui meeting online. Lalu bagaimana melakukan sosialisasi Rancangan Undang - Undang tersebut kepada seluruh Rakyat Indonesia. Di sisi lain anggota DPR menyatakan tidak mendapatkan draft undang-undang omnibus law dalam sidang Paripurna DPR,” paparnya.

Tom juga mengatakan, dalam melaksanakan tugasnya, DPR sudah sesuai dengan UU No 12 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No 13 Tahun 2019 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No 1 Tentang Tata Tertib.

“Bila semua aturan dan peraturan terpenuhi dengan baik, maka untuk menuntaskan penolakan yang dilakukan oleh sebahagian rakyat, sebaiknya DPR mempublikasikan seluruh isi undang-undang omnibus law kepada rakyat melalui media TVRI ataupun RRI. Dengan demikian polemik undang-undang omnibus law akan selesai,” harapnya. 

“Saya tidak dalam posisi mendukung maupun menolak, saya mencoba mendudukkan permasalahan sesuai aturan dan peraturan yang berlaku, dan selanjutnya memberikan solusi kepada Presiden dan DPR, agar negeri ini tidak semakin terperosok makin dalam ke jurang resesi. Semoga bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

#Omnibuslaw   #DPR   #RUU