RADAR NONSTOP - Majelis Ulama Indonesia (MUI) kesal dengan ulah Prancis soal penerbitan karikatur Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo. MUI mendesak agar Presiden Macron segera meminta maaf kepada seluruh umat Islam.
Ikut mengomentari, Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menyarankan Indonesia mengambil langkah dialog untuk menyamakan pandangan atas nilai-nilai atau ajaran Islam yang kerap berseberangan dengan sekularisme di Prancis.
Berbicara dengan BBC News Indonesia, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menyebut Presiden Prancis Emmanuel Macron semestinya tidak langsung menyimpulkan perbuatan pemenggalan kepala seorang guru Samuel Paty dengan agama Islam.
BERITA TERKAIT :Paul Pogba Belajar Bahasa Indonesia
Si Nyonya Tua Tak Sudi Tampung Pemakai Doping
Ia menilai tanggapan Macron tidak menunjukkan kepekaan terhadap umat Islam yang memercayai kesucian Nabi Muhammad sehingga sosoknya tidak boleh digambar.
Sehingga imbas pernyataan Macron itu, menurutnya, justru memicu respons yang sesungguhnya tidak perlu seperti aksi boikot terhadap produk-produk Prancis.
"Tentu kita prihatin atas kejadian itu tapi hendaknya respon Presiden Macron tidak terlalu simplifikasi ketika kemudian menyampaikan 'Islam dalam kondisi krisis'," ujar Yon Machmudi kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (28/10).
"Karena itu menyangkut keyakinan yang dianut umat Islam di dunia," sambungnya.
Indonesia sejauh ini baru mengecam pernyataan Presiden Emmanuel Macron tersebut karena dianggap menyudutkan agama Islam.
Tapi kata Yon, kecaman itu tidak cukup. Pemerintah Indonesia, lanjutnya, juga harus berbicara tentang pelaku kekerasan yang menyebabkan kematian Samuel Paty.
Ia menduga sikap pemerintah tak lepas dari pernyataan sejumlah pemimpin negara yang menyampaikan kritik atas pernyataan Macron. Hanya saja kritik maupun kecaman tidak menyentuh persoalan utama.
Dia menilai, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar bisa mengambil peran lebih. Yakni mengajak Presiden Emmanuel Macron untuk berbicara tentang bagaimana menyamakan persepsi atas ajaran agama Islam dengan sekularisme di Prancis.
"Paling tidak komunikasi dibangun dan mudah-mudahan peristiwa seperti ini bisa diminimalisir dampak-dampaknya ke depan."
"Pembicaraan dialog diperlukan agar sama-sama memahami posisi antara Indonesia sebagai mayositas umat Islam dan Prancis dengan sekularismenya."
Sejumlah negara seperti Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Maroko satu suara mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Belakangan, kecaman itu berbuah aksi boikot terhadap produk Prancis.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei juga menyebut Presiden Prancis, Emmanuel Macron, bodoh karena mendukung penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad, tapi menyatakan ilegal bagi setiap orang yang meragukan Holocaust.
Serangan verbal pemimpin Iran terhadap Macron terjadi di tengah ketegangan baru antara Prancis dan negara-negara Arab lainnya lantara majalah satire Prancis; Charlie Hebdo, mengejek Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam sebuah kartun di halaman depan edisi Rabu. Erdogan sebelumnya mengecam majalah tersebut karena menerbitkan ulang kartun Nabi Muhammad.
Penggambaran sosok Nabi Muhammad dianggap penistaan oleh umat Islam yang taat. Namun, Macron membela penerbitan kartun Nabi Muhammad sebagai kebebasan berbicara dan berekspresi.
Dalam sebuah pernyataan yang ditujukan kepada anak-anak muda Prancis pada hari Rabu, Khamenei berkata; "Tanyakan kepada Presiden Anda mengapa dia mendukung penghinaan terhadap Utusan Tuhan atas nama kebebasan berekspresi."
"Apakah kebebasan berekspresi berarti menghina, terutama orang yang sakral?," lanjut Khamenei dalam sebuah tweet via akun Twitter-nya, @khamenei_ir, Rabu (28/10/2020). “Bukankah tindakan bodoh ini merupakan penghinaan terhadap alasan orang-orang yang memilihnya?.
Dia juga mengajukan pertanyaan tentang standar ganda yang jelas di Prancis terhadap agama yang berbeda. "Mengapa meragukan Holocaust merupakan kejahatan?, namun tidak melanggar hukum karena menghina Nabi Muhammad," lanjut dia.