RADAR NONSTOP - Uji materi yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO) dikabulkan MA (Mahkamah Agung). Tidak berarti nama Ketua Umum Hanura itu masuk dalam (daftar caleg tetap) DCT anggota DPD.
Begitu dikatakan oleh pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin, putusan MK memiliki keistimewaan di antara produk-produk hukum perundang-undangan yang lain. Khususnya dalam pelaksanaannya.
“Putusan MK itu self executing (mengeksekusi dengan sendirinya). Itu bisa langsung diterapkan,’’ terangnya.
BERITA TERKAIT :Ruben Amorim Pede Selamatkan Setan Merah
Raja Dangdut Ajak Anggota FORSA Sukseskan Bulan Dana PMI 2024
Putusan MK, lanjut Irman, merupakan adik kandung konstitusi. Dengan posisi itu, kedudukan putusan MK bisa dikatakan lebih tinggi daripada UU.
’’Karena undang-undang sekalipun tidak boleh bertentangan dengan putusan MK,’’ tutur Irman.
Artinya, dengan atau tanpa dibuatkan peraturan teknis di bawahnya, putusan MK tetap berlaku dan bisa dieksekusi.
Dalam kasus OSO, lanjut Irman, KPU sebenarnya tidak wajib membuat aturan turunan. KPU bisa langsung menjadikan putusan MK sebagai rujukan hukum untuk menyatakan bakal calon anggota DPD memenuhi atau tidak memenuhi syarat.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi KPU untuk memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD karena akan bertentangan dengan putusan MK.
Saat dimintai konfirmasi, Kabiro Hukum MA Abdullah menjelaskan, dalam perkara OSO, yang sudah bisa dipublikasikan baru amar putusannya, yakni mengabulkan permohonan.
“Minutasinya belum selesai. Jadi, kami juga belum bisa mengetahui bagaimana putusan itu. Pertimbangannya bagaimana,’’ terangnya.
Menurut dia, putusan tersebut sedang dalam proses penyelesaian. ’’Saya tidak boleh mengomentari putusan. Hanya boleh menyampaikan apa adanya,’’ lanjut Abdullah.
Dia meminta semua pihak menunggu kepastian dari MA, kapan putusan lengkapnya dikeluarkan. Sebab, dia juga tidak bisa memastikan kapan majelis hakim menuntaskan putusan tersebut.
Diketahui, OSO mengajukan uji materi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Aturan tersebut merupakan turunan putusan MK yang mewajibkan pengurus parpol mundur bila masih ingin melanjutkan pencalonan sebagai anggota DPD.