Senin,  06 May 2024

Said Aqil Siroj: Perpres Miras Bikin Rusak Bangsa

DIS/NS/RN
Said Aqil Siroj: Perpres Miras Bikin Rusak Bangsa

RN – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj secara tegas menolak Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang melegalkan minuman keras. Sebab di Al-Quran telah jelas mengharamkan miras karena menimbulkan banyak mudharat.

“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras,” kata Kiai Said di Jakarta, Senin (1/3/2021).

Kiai Said mengatakan, seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat.

BERITA TERKAIT :
Gunung Semeru Batuk Lagi, Abunya Nyembur Sampai 1.000 Meter 
Musuh Airin Di Banten Belum Muncul, Gerindra: Tunggu Dulu & Slow Lah

“Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” tandasnya.

Oleh karena itu, sambungnya, melihat bahaya sebagai dampak negatif yang jelas dari miras ini sudah seharusnya dicegah dan tidak boleh ditoleransi.

"Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak," ucapnya.

Seperti diketahui, Seperti diketahui, Presiden Jokowi meneken regulasi turunan UU Cipta Kerja yang membuka peluang investasi minuman keras (miras). Dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, investasi miras diizinkan di 4 provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

Dikutip dari lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021, ada 46 bidang usaha yang masuk kategori terbuka dengan persyaratan khusus. Tiga di antaranya yakni Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol, Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol: Anggur, dan Industri Minuman Mengandung Malt.

Masing-masing tertera di urutan nomor 31, 32, dan 33, lampiran Perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021 tersebut. Ada pun persyaratan khusus yang dimaksud untuk industri minuman keras, yakni untuk investasi baru hanya dapat dilakukan di 4 provinsi.

"Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," demikian dinyatakan dalam lampiran Perpres tersebut.