RADAR NONSTOP - Setelah 'politik genderuwo', kali ini 'genderuwo ekonomi' yang menjadi ‘gorengan' guna disajikan kepada masyarakat.
Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, pernyataan Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno soal 'genderuwo ekonomi' benar adanya.
Alasannya, kata anak buah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, para pengusaha sangat ketakutan dengan kondisi ekonomi saat ini.
BERITA TERKAIT :Elit Panas Pilpres, Wapres Minta Istilah Cebong Kampret Distop
Yang Sebut Anies Jokowi Ribut Cuma Cebong & Kampret
"Ada genderuwo ekonomi yang membuat penguasaha ketakutan bisnisnya akan bangkrut karena ekonomi tak kunjung tumbuh, dunia usaha tidak sehat, hanya sehat bagi para pendukung penguasa saja, dan genderuwo yang paling menakutkan adalah kejaran pajak yang membuat pengusaha makin tertekan," kata Ferdinand saat dihubungi wartawan, Selasa (13/11/2018).
Oleh karena itu, kata Ferdinand, apa yang disampaikan bekas Wagub DKI itu sudah betul dan bukan untuk menakuti rakyat. "Rakyat takut BBM naik diam-diam tengah malam. Rakyat takut utang ugal-ugalan akan menekan ekonomi dan menjadi beban anak cucu. Rakyat takut lapangan kerja diserbu tenaga kerja asing. Rumah sakit takut preminya tidak dibayar oleh pemerintah melalui BPJS," papar Ferdinand.
"Saya tegaskan, meski menakutkan, fakta harus disampaikan bahwa ekonomi tidak sehat. Maka kita butuh pemimpin baru 2019 nanti agar ketakutan itu semua kita hilangkan. Kita singkirkan gemderuwo ekonominya," tandas Ferdinand.
Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Capres - Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo - Maruf Amin, Ace Hasan justru menyayangkan kalimat Sandiaga yang memakai istilah genderowo ekonomi.
“Rakyat dibuat takut seakan-akan Indonesia ini ada dalam situasi yang menakutkan. Padahal faktanya tidak benar," kata Ace saat dihubungi wartawan, Selasa (13/11/2018).
Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini, pernyataan-pernyataan seperti Indonesia akan bubar di tahun 2030, rakyat Indonesia 99% hidup pas-pasan, harga-harga bahan pokok di pasar naik, tempe setipis ATM, chicken rice di Singapura lebih murah dibandingkan di Jakarta, dan lain-lain merupakan contoh-contoh narasi pesimistis.
"Pak Jokowi telah melakukan pengecekan langsung di pasar untuk memastikan harga-harga kebutuhan pokok itu apakah sesuai dengan yang dituduhkan. Ternyata kenyataan tidak. Harga-harga stabil sebagaimana data inflasi yang selalu terkendali selama pemerintahan Jokowi," beber Ace.
Lebih lanjut kata Ketua DPP Partai Golkar ini, Presiden Jokowi sudah mensurvei secara langsung kondisi ekonomi saat ini, hingga kelapisan paling bawah. ''Pak Jokowi telah melakukan pengecekan langsung di pasar untuk memastikan harga-harga kebutuhan pokok itu apakah sesuai dengan yang dituduhkan. Ternyata kenyataan tidak. Harga-harga stabil sebagaimana data inflasi yang selalu terkendali selama pemerintahan Jokowi,'' papar Ace.
Dia berpendapat, baginya menyampaikan pandangan politik yang berbeda dalam melihat situasi saat ini adalah lumrah dan menjadi bagian dari proses demokrasi. Namun menciptakan ketakutan ekonomi sangat membahayakan bagi rakyat itu sendiri.
Meski Ace memahami bahwa tujuan dari narasi itu adalah bagian dari mencari simpati rakyat. Namun apakah harus dengan cara begitu ingin mendapat simpati rakyat yang justu merugikan rakyat itu sendiri. Dia mengingatkan, pernyataan negatif dan pesimistis yang disampaikan secara berulang-ulang bisa jadi akan menjadi kenyataan. Pernyataan itu akan dimanfaatkan oleh para spekulan pasar untuk meraih keuntungan ekonomi.
''Jadi sekali lagi janganlah kita menggunakan narasi ketakutan hanya semata-mata untuk kepentingan politik jangka pendek. Terlalu besar pertaruhannya untuk kepentingan rakyat,'' tandas Ace.