RADAR NONSTOP - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyikapi persoalan demokrasi liberal, yang dinilainya cenderung dimanfaatkan untuk saling caci-maki antar tokoh.
Jika sistem demokrasi yang tak sesuai di Indonesia itu paksakan, menurut politisi PDIP ini, kedepannya akan menimbulkan kontraksi sosial. "Apa yang ingin saya katakan dari penjajahan dalam bentuk baru? Yaitu satu sistem yang dipraktikkan sebuah bangsa dimana sistem itu ketika tidak sesuai dengan kepribadiannya akan menimbulkan kontraksi-kontraksi sosial politik dan lainnya," ujar Basarah pada diskusi Empat Pilar MPR RI bertema "Memaknai Perjuangan Pahlawan Nasional" di Media Center/Pressroom, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/11).
BERITA TERKAIT :Pemprov DKI Gencar Gaungkan Anti Korupsi, Coba Dong Audit Kekayaan Pejabat CKTRP?
Kursi Ketua MPR Ditukar Guling, Alhasil Golkar Dapat Jatah Menteri Banyak
Meski, Basarah tak menampik jika sistem demokrasi seperti itu sering kali dipraktikkan kembali. Dampaknya, Basarah menuturkan, ruang publik akan diwarnai wacana-wacana yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh bangsa. "Tetapi kemudian dia (sistem demokrasi liberal-red) seakan-akan menjadi satu yang lumrah di tengah-tengah masyarakat kita. Caci maki di antara pemimpian, dialek tokoh bangsa saling menjelekkan, saling menghina seolah-olah satu hal yang lumrah, yang sebenarnya bukan kepribadian bangsa Indonesia," papar Basarah.
Lebih lanjut kata mantan Ketua Fraksi PDIP di MPR ini, dirinya meminta kepada seluruh pihak untuk dapat menyadari upaya politik devide et impera jilid ketiga, jilid pertama jaman kolonial, jilid kedua dalam demokrasi parlementer. "Nah jangan sampai politik devide et impera di jilid ketiga ini yang sudah diberikan fasilitas yang sangat memadai, yaitu fasilitas untuk melakukan ahli fitnah waljamaah begitu, dengan pesawat gawai, pesawat gawai itu kita jadikan sarana ahli fitnah waljamaah hanya dengan dua jempol kita bisa menyebarkan hoaks fitnah, menyebarkan permusuhan," tandas Basarah.
Ditempat yang sama, pengamat politik LIPI Siti Zuhro mengatakan kapitalisasi demokrasi telah banyak merusak mentalitas wakil rakyat maupun pejabat. Padahal, menurut Siti, partai politik sebagai penghasil kader pemimpin bangsa harus ikut membangun mentalitas yang baik. "Di tengah maraknya korupsi, media massa juga ikut menjadi partisan sehingga sulit untuk menyampaikan kritik terhadap kondisi yang mengkhawatirkan tesebut. Parpol melalui pimpinannya harus bertemu, mau kemana negara ini. Kembalikan demokrasi ke jalan yang benar dengan kekuatan social society,” papar Siti.
Lebih lanjut kata Siti, sejak 20 tahun terakhir, terjadi politisasi hampir di semua aspek termasuk media massa. "Sehingga menimbulkan ketidakpercayaan antarsesama anak bangsa," tandas Siti.