Jumat,  29 March 2024

Menebak Istilah Jebakan Pandemi Dan Duit Rp 1.000 Triliun 

NS/RN
Menebak Istilah Jebakan Pandemi Dan Duit Rp 1.000 Triliun 
Ilustrasi

RN - Istilah jebakan pandemi memang lagi heboh. Awalnya, pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi yang semakin dalam. 

Istilah itu diperkuat dengan pernyataan Effendi Simbolon. Politikus senior PDIP ini terkesan menyalahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.

Effendi merujuk soal UU Karantina dan membandingkan dengan istilah PSBB dan PPKM saat Corona melanda negeri ini.

BERITA TERKAIT :
Harga Celana Dalam Di Hongkong Rp 140 Ribu, Biaya Bea Masuknya Rp 800 Ribu
Dirut Bank Mandiri Lagi Sumringah, Disebut Prabowo Calon Menteri Keuangan

"Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. Pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu," ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu (31/7/2021).

"Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin," sambungnya.

Effendi membeberkan sudah banyak negara lain yang sukses mengatasi pandemi COVID-19 dengan cara lockdown. Dia mengatakan virus Corona itu bisa dicegah penularannya dengan cara semua orang tetap berada di rumah.

Hanya, kata Effendi, alih-alih memilih lockdown, Indonesia justru menerapkan PPKM. Effendi menyatakan hasil dari PSBB hingga PPKM hanya '0' dan cenderung minus.

"PPKM ini dasarnya apa? Rujukannya apa? Arahan Presiden? Mana boleh. Akhirnya panik nggak karuan, uang hilang, habis Rp 1.000 triliun lebih. Erick Thohir belanja, Menkes belanja. Dengan hasil 0. Minus malah. Ini herd immunity karena iman saja," tukas Effendi.

Lebih lanjut Effendi juga menyayangkan pemerintah yang kebanyakan melakukan Zoom meeting membahas penanganan pandemi COVID-19, yang dia anggap tidak penting bagi rakyat. Menurutnya, implementasi ke lapangan jauh lebih penting.

"Makanya saya bilang ngapain kalian pejabat diskusi Zoom gitu-gitu. Nggak penting ditonton rakyat, sama sekali tidak penting. Rakyat tidak perlu ditampilin itu. Outcome-nya nggak ada kok. Isoman juga mereka ngurus diri sendiri. Mana bantuan pemerintah. Isoman itu artinya Anda sudah kalah, kok," terangnya.

Selain itu, Effendi ingin uang rakyat dikelola secara baik, bukan untuk membiayai pejabat yang ingin melakukan seremonial vaksinasi. Effendi menilai vaksinasi bisa terus berjalan tanpa perlu ada pejabat datang melakukan seremonial.

"Kita dipertontonkan dengan pejabat ini berkunjung ke sini. Mau vaksin saja seremonial. Buat apa? Masa vaksin buat rakyat aja ada seremonial? Buat apa sih? Suntikkan aja langsung kayak di Singapura itu. Uang-uang rakyat kok. Bukan uang yang mau nyumbang Rp 2 triliun itu, bukan," imbuh Effendi.

Juru bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menanggapi pernyataan Pandu Riono, Sabtu (31/7/2021).

Siti adalah juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan serta Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PML) Kemenkes. Dia menegaskan, saat ini pemerintah tengah menggencarkan tes COVID-19 dan pelacakan (tracing), juga pemberian vaksin. Itu adalah langkah pemerintah untuk mengatasi pandemi.

"Terkait usulan untuk memperkuat testing dan tracing serta mempercepat vaksinasi, saat ini sudah terus kita gencarkan, bahkan ini sudah perintah langsung dari Menteri Dalam Negeri kepada seluruh gubernur dan bupati/wali kota untuk mencapai target testing, termasuk upaya percepatan vaksinasi," kata Siti.

Sekarang, bukan hanya Indonesia yang berusaha keluar dari pandemi COVID-19. Hampir semua negara masih berjuang mengatasi virus Corona. Pada situasi seperti ini, peran masyarakat menjadi penting. Masyarakat perlu terus mematuhi protokol kesehatan (prokes) pencegahan COVID-19. Kedisiplinan masyarakat terhadap prokes COVID-19 adalah kunci untuk keluar dari pandemi COVID-19.

"Sampai saat ini bahkan negara maju dan besar seperti negara-negara Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan Australia juga belum menemukan strategi yang pasti berhasil mengatasi pandemi ini," kata Siti.