RN - Letusan Gunung Semeru membuka mata dunia. Di media sosial, gunung berketinggian 3.676 Mdpl itu menjadi trending topik.
Letusan gunung juga mengakibatkan hujan abu di sekitar Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
Aktivitas gunung yang ada di Kabupaten Lumajang itu memang sering mengalami aktivitas vulkanik. Dilansir dari berbagai sumber, letusan Gunung Semeru memang kerap terjadi.
BERITA TERKAIT :Bogor Sudah Dilanda Bencana, Puluhan Rumah Rusak Dan Longsor Di Mana-Mana
Banjir & Tanah Longsor Ancam Bogor Hingga Sukabumi
Pada 8 November tahun 1818 merupakan pertama kali Gunung Semeru meletus dan mengeluarkan awan panas dan lahar dingin.
Pada 2 Februari 1994, pada tahun ini tercatat Gunung Semeru meletus 4 kali. Letusan ini menimbulkan asap putih tebal dengan ketinggian 500 meter.
Setelah itu terjadi lagi pada 23 Desember 2002, pada tahun ini tercata 8 kali Gunung Semeru meletus. Dan letusan yang bertepatan pada peringatan hari natal tercatat yang paling besar.
Pada 1 Desember 2020 tahun lalu, Gunung Semeru juga meletus. Aktivitas erupsi dari Gunung Semeru mengeluarkan awan panas dengan jarak luncur hingga 2 kilometer sampai 11 kilometer.
Dan pada hari ini, Sabtu (4/12/2021) Gunung Semeru kembali meletus. Tidak ada korban jiwa dalam musibah ini, hanya saja banyak orang yang dievakuasi untuk menjaih dari Gunung Semeru.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq menyebutkan bahwa kondisi ini sama dengan kejadian pada tahun 2020.
"Iya, kejadiannya 30 menit lalu (sekitar pukul 15.00 WIB), nanti detailnya saya kabari," kata Bupati Lumajang Thoriqul Haq saat dihubungi detikcom, Sabtu (4/12/2021).
Warga yang melihat kejadian tersebut langsung berlarian ke luar rumah. "Ya gusti Allah, apakah ini kiamat," teriak warga yang berhamburan ke luar rumah menyelamatkan diri.
Bahaya Abu Vulkanik
Semburan abu vulaknik dari Gunung Semeru bukan tanpa bahaya. Karena abu panas itu bisa mengganggu pernapasan.
Dalam studi yang meneliti letusan gunung Eyjafjallajökull di Islandia berjudul 'Respitory Health Effects of Volanic Ash with Special Reference to Iceland: A Review', terdapat dua potensi dampak abu vulkanik bagi kesehatan tubuh yakni akut dan kronis tergantung dari ukuran partikel dan sifat fisika-kimia pada permmukaan partikel abu vulkanik.
Artinya, dampak letusan gunung berapi bagi kesehatan tubuh bisa berbeda-beda. Akan tetapi, umumnya, abu vulkanik bagi kesehatan berkaitan dengan gangguan pernapasan akut seperti bronkitis atau asma.
Kemudian menghirup abu vulkanik bisa saja berdampak memperparah kondisi penyakit yang sudah ada pada paru-paru dan jantung. Seperti misalnya penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), emfisema, dan penyakit paru jangka panjang lainnya.
Masih pada hasil studi yang sama, ada kekhawatiran tentang risiko jangka panjang silikosis akibat paparan kronis abu vulkanik. Silikosis merupakan kondisi berlebihnya silika di dalam tubuh akibat teralu banyak menghirup abu silika dalam jangka waktu lama.
Abu vulkanik sendiri mengandung mineral kuarsa, krtobalit atau tridmit. Zat ini yang menghasilkan kristal silika bebas atau silikon dioksida (S02) yang bisa menyebabkan penyakit silikosis.
Bisa juga jadi iritasi dan alergi. Menurut situs National Health Service UK, selain berpengaruh pada pernapasan, abu vulkanik juga menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Tingkat keparahan dipengaruhi oleh konsentrasi abu, lamanya paparan abu, seberapa halus partikel abu, dan tersusun dari apa abu tersebut.
Selain bersifat asam, abu vulkanik juga terdiri dari bermacam debu partikel dan pollen yang bisa menimbulkan alergi. Tentunya hal ini berbahaya bagi mereka yang memiliki alergi terpapar bahan-bahan tersebut.