Sabtu,  20 April 2024

Makelar Kawin Kontrak Imigran Timur Tengah Bikin Pening Bupati Bogor 

NS/RN
Makelar Kawin Kontrak Imigran Timur Tengah Bikin Pening Bupati Bogor 
Ilustrasi

RN - Bupati Bogor Ade Yasin pening. Dia mengeluhkan keberadaan imigran Timur Tengah di kawasan wisata Puncak, Bogor, Jawa Barat. 

Saat ini jumlah imigran Timur Tengah di Puncak saat ini mencapai 1.690-an jiwa dan mengganggu kegiatan pariwisata. Keberadaan imigran tersebut diduga ada yang bermain. 

Bahkan, sejak maraknya imigran tidak jelas itu marak kawin kontrak. 

BERITA TERKAIT :
Istilah Kawin Kontrak Di Puncak Dan Cianjur, Peminatnya Dari Timur Tengah Hingga Jakarta  
Kawin Kontrak Cewek-Cewek Cianjur Layani Seks Pria Timur Tengah 

"Karena semakin hari semakin banyak, malah sekarang angkanya mencapai 1.690-an. Ini sangat mengganggu pariwisata kami dan wisatawan yang akan datang ke Puncak," kata Ade Yasin melalui keterangannya, Kamis (18/3/2022).

Hal itu diungkapkan Ade Yasin saat menghadiri Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2021, sekaligus diskusi publik peran Ombudsman RI dalam penyelenggaraan pengawasan publik. Ade meminta dukungan semua pihak untuk mencari solusi mengatasi imigran di Puncak.

Ade mengistilahkan para imigran dengan sebutan 'pengungsi'. Ade mengungkapkan pengungsi tersebut ditempatkan di Puncak dan tanpa ada pekerjaan. Mereka disebut meresahkan masyarakat sekitar.

"Ketika para pengungsi ini ditempatkan The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Puncak, mereka ditempatkan di sana tanpa pekerjaan, tanpa lahan yang bisa digarap. Akhirnya menjadi pengangguran. Ada juga yang akhirnya meresahkan masyarakat sekitar," ungkapnya.

"Mungkin dengan dibantu oleh Ombudsman RI, barangkali Kementerian yang berwenang akan lebih terbuka. Usulan kami, kita pindahkan ke lokasi yang memang di situ ditampung dan juga diberi lahan untuk bercocok tanam," bebernya.

Ade menyebut penertiban imigran tak bisa dilakukan hanya dengan Satpol PP Kabupaten Bogor dan polisi setempat. Penertiban memerlukan koordinasi matang dengan pihak imigrasi.

Ade mengaku tak tahu bagaimana bisa para pengungsi tersebut sampai ke Indonesia, namun yang dia tahu adalah jumlah para imigran terus bertambah. Keinginan Ade memindahkan para imigran tersebut karena kawasan Puncak sudah terlalu padat dan kerap terjadi kemacetan lalu lintas.

"Kalau bisa sih, Kabupaten Bogor penginnya (imigran) dipindahkan dari situ," tuturnya.

Ade turut meminta Kemenkumham mengecek imigran di Puncak untuk melihat legalitasnya. Dia berharap imigran di sana tidak terus bertambah.

Di samping itu, Ade mengaku pihaknya sedang menyusun peraturan daerah (perda) larangan kawin kontrak. Saat ini rancangan perda tersebut diharapkan bisa 'maju' ke DPRD Kabupaten Bogor tahun ini.

Penyusunan perda larangan kawin kontrak tersebut masih dilakukan. Pemkab Bogor menggandeng akademisi untuk menyusunnya.

"Sedang kita bahas juga dengan berjalan dengan salah satu universitas di Jawa Barat. Setelah itu nanti dimatangkan di perda, nanti kita ajukan ke Dewan. Dewan dibahas, baru nanti selesai," katanya.

Untuk kondisi Puncak terkini, kebiasaan kawin kontrak antara penduduk setempat dengan imigran sudah tak seramai dulu. Ade Yasin menyebut penyebabnya adalah pelakunya sudah kembali ke negaranya karena pandemi COVID-19.

"Untungnya di masa pandemi semua wisatawan (pelaku kawin kontrak) pulang, untungnya sekarang sepi. Nah ketika pandemi sudah berakhir misalnya jadi endemi, khawatir mereka datang lagi dan melaksanakan itu. Tapi kita sudah payungi dengan perda. Supaya tidak ada lagi praktik kawin kontrak ketika situasi sudah normal," ucapnya.

Soal kawin kontrak ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor pernah mendesak Pemkab Bogor membuat aturan larangan kawin kontrak.