Jumat,  10 May 2024

OPINI

Ancaman Krisis Dunia, Semoga Tidak Jadi Ancaman Indonesia 

NS/RN
Ancaman Krisis Dunia, Semoga Tidak Jadi Ancaman Indonesia 
Krisis Sri Lanka, emak-emak demo bawa panci.

RN - Ancaman krisis global terjadi. Banyak pengusaha berharap agar krisis tersebut tidak merembet ke Indonesia.

Ancaman krisis diucapkan International Monetary Fund (IMF). Lembaga yang bergerak dibidang keuangan dan ekonomi ini memperingatkan saat ini dunia telah menghadapi guncangan krisis ekonomi global yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Peringatan itu disampaikan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam channel Youtube IMF, Jumat (15/4/2022).

"Dunia yang kita tinggali saat ini, tengah menghadapi krisis di atas krisis," ujarnya.

BERITA TERKAIT :
Kabar Buruk Dari Sri Mulyani, Semoga Ekonomi Di Era Prabowo Gak Apes
DPRD DKI: Generasi Z Berkontribusi Besar Kendalikan Inflasi

Pandemi Covid-19, kata Georgieva, saat ini belum berakhir. Ini karena kemungkinan adanya varian baru virus Corona bisa saja muncul atau bahkan lebih menular. Sementara daya beli masyarakat masih belum pulih sehingga tentu akan semakin melebarkan jurang antara negara kaya dan miskin.

Kedua, perang Rusia dan Ukraina juga menimbulkan gelombang kekhawatiran terhadap ekonomi di seluruh dunia. Hal tersebut tentu akan mempersulit pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang saat ini masih berlangsung.

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, menurut Georgieva, inflasi menjadi bahaya yang sangat nyata bagi di banyak belahan negara di dunia.

"Ini adalah kemunduran besar bagi pemulihan global dalam hal ekonomi. Pertumbuhan turun dan inflasi naik. Dalam aspek kemanusiaan, pendapatan orang turun dua kali lipat," kata Georgieva.

"Krisis akibat pandemi dan perang semakin diperumit oleh fragmentasi krisis lain yang berkembang dari ekonomi dunia. Mulai dari teknologi yang berbeda, sistem pembayaran standar, dan cadangan devisa yang juga tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya," lanjutnya.

Perbedaan besaran ekonomi dunia itu jelas akan merusak rantai pasok atau jaringan produksi global. Negara miskin akan menanggung beban terberat akibat adanya krisis pandemi dan perang ini.

"Pemulihan global sudah kehilangan momentum sebelum adanya perang Rusia dan Ukraina, karena adanya penularan Omicron pada Januari silam. Hal ini juga membuat kami memangkas outlook pertumbuhan global kami menjadi 4,4% untuk tahun 2022," ujar Georgieva.

Sri Lanka Remuk 

Kondisi Sri Lanka sangat mengkhawatirkan. Di tengah krisis ekonomi yang melanda, negara ini dihadapkan pada masalah gagal bayar utang luar negeri sebesar US$ 51 miliar atau setara dengan Rp 729 triliun (asumsi kurs Rp 14.300).

Situasi di Sri Lanka juga tak kondusif. Gelombang protes mewarnai krisis Sri Lanka, yang menuntut pemerintah mundur. Kekurangan makanan dan bahan bakar parah serta pemadaman listrik yang panjang membawa penderitaan pada 22 juta orang di negara itu.

Kemarahan publik terbakar dalam beberapa pekan terakhir dengan berusaha menyerbu rumah para pejabat pemerintahan. Sedangkan pasukan keamanan membubarkan pengunjuk rasa dengan gas air mata dan peluru karet.

Kementerian Keuangan Sri Lanka mengatakan telah gagal membayar semua utang luar negeri, termasuk pinjaman dari pemerintah asing menjelang dana talangan IMF.

"Pemerintah mengambil tindakan darurat hanya sebagai upaya terakhir untuk mencegah penurunan lebih lanjut dari posisi keuangan," bunyi pernyataan kementerian dikutip dari NDTV, Rabu (13/4/2022).

Kreditur bebas membebankan bunga apa pun kepada Sri Lanka atau memilih pembayaran utang dalam mata uang rupee Sri Lanka.

Krisis ekonomi Sri Lanka dimulai dari ketidakmampuan mengimpor barang-barang penting setelah pandemi COVID-19, menekan pendapatan dari pariwisata, dan pengiriman uang.

Pemerintah memberlakukan larangan impor yang luas untuk menghemat cadangan devisa dan menggunakannya untuk membayar utang yang kini gagal bayar.

Para ekonom mengatakan krisis diperburuk oleh pemerintah yang salah urus, akumulasi utang, dan pemotongan pajak yang salah.

Kekecewaan publik terhadap pemerintah meluas. Warga Sri Lanka harus antre panjang untuk membeli bensin, gas, dan minyak tanah yang langka untuk memasak. Ribuan orang berkemah di luar kantor presiden dan menyerukan agar mundur.

Jadi PR Berat  

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai, target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022, yaitu 5,2 persen tidak mudah untuk dicapai, karena dari kecepatan pemulihan Indonesia tertinggal dari negara-negara lain.

Jika dibandingkan dengan negara-negara G20, Indonesia adalah satu-satunya negara dengan perbandingan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2019 dan 2021 yang masih negatif. Sedangkan, negara-negara G20 lainnya positif dan sudah lebih tinggi. 

Menurut Eko, mungkin ada low base effect, dimana ketika Indonesia dihajar pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, Indonesia termasuk negara yang tidak terlalu parah. 

"Pertumbuhan ekonomi kita hanya turun -2,07 sementara ada negara lain sampai -8 persen walaupun ada beberapa negara yang positif. Tapi poinnya adalah ketika kita bicara tentang kecepatan, saya bisa katakan sebetulnya Indonesia tidak terlalu cepat [bila dibandingkan] dengan negara-negara G20," ungkap Eko dalam dalam Diskusi Publik Kinerja Pertumbuhan Ekonomi di Masa Pandemi, Senin (21/2/2022). 

Salah satu tantangan yang membuat Indonesia bahkan negara lain di dunia lambat dalam hal pemulihan ekonomi adalah varian Omicron. Eko mengatakan, Indonesia perlu kerja keras untuk mencapai 5,2 persen tahun ini, karena adanya perkiraan puncak Omicron akan terjadi di bulan Maret. 

#Krisis   #Ekonomi   #IMF