Selasa,  23 April 2024

Larangan Ekspor CPO Kelamaan, Kasihan Petani dan Ancam Industri Sawit  

Tori
Larangan Ekspor CPO Kelamaan, Kasihan Petani dan Ancam Industri Sawit  
Ketua Keluarga Alumni Institut Pertanian Stiper (Kainstiper), Priyanto PS/Dok pribadi

RN - Seiring dikeluarkannya kebijakan pemerintah melarang ekspor CPO dan turunannya, para terkait diminta memperkuat kerja sama untuk memenuhi pasokan dan kebutuhan minyak goreng curah di dalam negeri .

Ketua Keluarga Alumni Institut Pertanian Stiper (Kainstiper), Priyanto PS memandang perlunya keberpihakan pelaku bisnis minyak sawit nasional terhadap kebutuhan masyarakat luas terkait minyak goreng dengan harga terjangkau.

"Minyak goreng sawit memiliki popularitas tinggi di masyarakat Indonesia, hampir semua makanan diolah menggunakan minyak goreng sawit dan turunannya," ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (29/4/2022).

BERITA TERKAIT :
Masih Ada Migor Curah Lampaui HET, KSAD Dudung Incar Agen-agen Nakal
Istana Besok Digeruduk Petani se-RI, Siap-siap Berton-ton TBS Nyemplung ke Air Mancur HI

Selain Indonesia, menurut dia, minyak goreng sawit juga populer di dunia sehingga permintaan meningkat dan harga kelapa sawit melonjak. Kenaikan itu juga seiring dengan kenaikan minyak nabati lainnya di dunia. 

Hanya saja di Indonesia menimbulkan antrean panjang konsumen terutama emak-emak untuk memperoleh minyak goreng dengan harga terjangkau, sehingga memicu keprihatinan Presiden Joko Widodo.

"Instruksi Presiden Jokowi untuk memenuhi pasokan minyak goreng curah bagi seluruh rakyat Indonesia harus kita dukung sebagai bagian dari tanggung jawab bersama," kata Priyanto.

Dengan terpenuhinya pasokan minyak goreng curah domestik dengan harga terjangkau, ia berharap larangan sementara ekspor dapat dicabut. 

Menurut dia, pemberlakuan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya tidak boleh berlangsung lama, karena dapat menghancurkan industri sawit nasional dan perekonomian masyarakat di daerah yang bergantung dari perkebunan sawit.

"Ada kerentanan yang akan menimbulkan gejolak sosial di daerah perkebunan kelapa sawit, bila kenaikan harga di pasar global tidak dapat dinikmati petani kelapa sawit," jelasnya. 

Selain itu juga larangan ekspor CPO menyebabkan penurunan produksi Pabrik Kelapa Sawit (PKS), sehingga pembelian TBS dari hasil panen petani berkurang.

Ibarat bak buah simalakama, lanjut dia, kebijakan pemerintah ini butuh keseriusan dan tindakan cepat dalam mengatasi berbagai persoalan yang akan timbul kemudian.

"Jangan sampai masyarakat Indonesia tidak dapat menikmati adanya kenaikan harga CPO dunia, hanya karena tidak mampu dikelola secara baik oleh pemerintah Indonesia,” ujarnya.

Di sisi lain ia juga melihat pentingnya edukasi kepada konsumen di Indonesia terkait apa itu minyak sawit, adanya fluktuasi harga jual dan sebagainya. Tujuannya agar konsumen paham apabila harga jual minyak goreng mengalami peningkatan harga lagi pada masa datang.

"Adanya kerja sama erat antara pelaku usaha minyak sawit dari hulu hingga hilir dan edukasi konsumen minyak goreng secara berkelanjutan, akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan pertanian di era 5.0," tandas Priyanto.