RN - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) telah mengerahkan petani di 22 provinsi se-Indonesia menuju Jakarta untuk aksi keprihatinan mulai besok pagi pukul 9 pagi.
Ketum Apkasindo, Gulat ME Manurung mengatakan, aksi keprihatinan petani sawit ini untuk menyikapi dampak larangan ekspor minyak goreng dan CPO terhadap anjloknya harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit di seluruh Indonesia, terkhusus sentra perkebunan kelapa sawit.
Jakarta akan menjadi sentra utama aksi keprihatinan petani sawit Indonesia yang berpusat di depan kantor Kemenko Perekonomian RI dan Patung Kuda Monas. "Selanjutnya kami akan ke Istana Presiden untuk bertemu Pak Jokowi untuk menyampaikan usulan kami," kata Gulat, dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/5/2022).
BERITA TERKAIT :Larangan Ekspor CPO Kelamaan, Kasihan Petani dan Ancam Industri Sawit
Kegiatan ini akan diikuti lebih 250 peserta yang melibatkan petani sawit anggota Apkasindo dari 22 provinsi dan 146 kabupaten/kota, termasuk anak petani sawit yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sawit (Formasi) Indonesia.
“Petani sawit yang datang ke Jakarta mulai dari Aceh sampai Papua Barat akan berpakaian adat-budaya masing-masing. Kami ingin menunjukkan sawit itu pemersatu bangsa dan anugerah Tuhan kepada Indonesia. Ini aksi swadaya," ujarnya lagi.
Gulat juga menyampaikan bahwa sebagian besar peserta aksi sudah tiba di Jakarta pada Minggu (15/5/2022) sore, seperti petani sawit dari Papua Barat, Kalimantan Utara, Aceh, Sulawesi Barat dan Papua.
Terpisah, Ketua Apkasindo Provinsi Kalimantan barat (Kalbar), Indra Rustandi menyebutkan, total 25 petani sedang dalam perjalanan dari Kabupaten Sintang menuju Pontianak. "Kami sangat bersemangat ke Jakarta ingin bertemu Pak Jokowi, karena kami melihat kementerian terkait tidak becus mengurus kami petani sawit. Lihat saja Dirjen Perkebunan sudah hampir dua tahun Plt (pelaksana tugas), jadi bagaimana kami dapat perhatian? Padahal sawit sangat strategis dan rohnya ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir, apalagi Menteri Perdanganan yang sudah membuat kami menderita," tutur Indra.
Menurut Gulat, situasi saat ini sudah kritis, dari 1.118 pabrik sawit se-Indonesia paling tidak 25 persen di antaranya terpaksa menghentikan pembelian TBS sawit petani. "Ini terjadi setelah harga TBS petani sudah anjlok 40 persen hingga 70 persen dari harga penetapan disbun dan ini terjadi secara merata sejak larangan ekspor, tanggal 22 April lalu," bebernya.
Dampak larangan ekspor CPO ini dirasakan luar biasa telah mengganggu sendi-sendi ekonomi petani sawit dan rantai ekonomi nasional. "Kami berpacu dengan waktu. kami sudah rugi 11,7 triliun per akhir April lalu, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui bea keluar, terkhusus pungutan ekspor di mana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp3,5 triliun per bulannya," urai Gulat.
Semua permasalahan ini terjadi, jelas Gulat, sejak adanya gangguan pasokan minyak goreng sawit (MGS) domestik dan harga MGS curah yang tergolong mahal, padahal sudah disubsidi. Hingga akhirnya Presiden Jokowwi mengeluarkan larangan ekspor CPO dan turunan bahan baku MGS. Setidaknya ada lima tuntutan Apkasindo dala aksi keprihatinan besok.
"Pertama, menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo supaya melindungi 16 juta petani sebagai dampak turunnya harga TBS sawit sebesar 70 persen di 22 provinsi sawit. Kedua, meminta presiden Joko Widodo untuk meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk MGS serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit," papar Gulat.
Ketiga, Apkasindo meminta Presiden Jokowi tidak hanya mensubsidi MGS curah, tapi juga MGS Kemasan Sederhana (MGS Gotong Royong). Dan untuk menjaga jangan sampai gagal, Apkasindo meminta memperkokoh jaringan distribusi minyak goreng sawit terkhusus yang bersubsidi dengan melibatkan aparat TNI-Polri.
"Kami yakin pasti clear kalau TNI-Polri sudah dilibatkan. Contohnya saja program vaksin sukses dan cegah karhutla (kebakaran hutan dan lahan), hasilnya asap langsung hilang sejak 2015 sampai sekarang," imbuhnya.
Keempat, Apkasindo meminta pemerintah segera membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30 persen dikelola oleh koperasi untuk kebutuhan domestik. "Biar urusan ekspor diurus oleh perusahaan besar, sehingga kejadian saat ini (kelangkaan MGS) tidak bersifat musiman (tidak terulang lagi)," terangnya.
Dan tuntutan kelima, meminta Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menteri Pertanian supaya merevisi Permentan 1/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS). Pasalnya, harga TBS yang diatur di Permentan 01 tersebut hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal petani bermitra dengan perusahaan hanya 7 persen dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,72 juta ha).
"Nggak masuk akal yang 93 persen (petani swadaya) terabaikan haknya dalam harga TBS Disbun? Apalagi hasil penelitian PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, awal tahun 2022, sudah memberikan gambaran bahwa rendemen petani swadaya sudah di atas rendemen petani plasma," urainya lagi.
Gulat memastikan, untuk kegiatan aksi besok, pihaknya sudah mengirim surat pemberitahuan ke Kapolri, Polda Metro Jaya sampai ke Kapolres di 146 Kabupaten Kota DPD Apkasindo.
Sementara itu, salah seorang Dewan Penasehat DPP Apkasindo, T. Rusli Ahmad mengatakan, sebetulnya masalah kelangkaan MGS ini sepele karena ujung pangkalnya terdapat pada distribusi. "Hanya kementerian terkait sibuk menghayal melukis langit, jadi wajar saja petani Sawit mengadu ke Presiden," cetus Rusli.
Bahkan, ia mendapat informasi bahwa ratusan truk TBS petani sawit tengah bergerak dari beberapa provinsi ke Jakarta. Masing-masing truk itu bermuatan 5-7 ton TBS. Ia pun sudah meminta kepada ketum Apkasindo agar mengurungkan niatan tersebut.
"Saya dengar dari Ketum DPP Apkasindo bahwa truk yang terlanjur bergerak dari Sumatera sudah putar kepala. Namun dari laporan Ketum, sebagian masih belum dapat dihubungi. Nggak kebayang sama saya jika 500 truk TBS masuk kota Jakarta dan menuangkan muatannya ke air mancur Bundaran HI (2.500.000 kg)," tukas Rusli.