Jumat,  22 November 2024

APTISI Gugat Uji Kompetensi Mahasiswa Kesehatan

Tori
APTISI Gugat Uji Kompetensi Mahasiswa Kesehatan
Ilustrasi nakes/net

RN - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menggelar Rembuk Nasional dan Rapat Pengurus Pusat Pleno (RPPP) ke-1. 

Rembug dan rapat pengurus tersebut berlangsung selama tiga hari, 1-3 Juli 2022. 

"Ada 2.500 pimpinan perguruan tinggi swasta dari seluruh Indonesia yang menghadiri rembuk nasional dan rapat pengurus yang diselenggarakan selama tiga hari ini," kata Ketua Umum APTISI, Budi Djatmiko dalam keterangannya, dikutip hari ini.

BERITA TERKAIT :
IDI: Nakes Bisa Tersenyum di Tengah Pandemi, Terima Kasih Bapak Airlangga 

Selain rektor, APTISI juga mengundang pimpinan PTS, yayasan, para dosen, organisasi profesi se-Indonesia, ABBPTSI, APPERTI, HPT, Asosiasi Dekan dan Prodi se-Indonesia, dan sebagainya.

Budi memaparkan, ada sejumlah permasalahan yang diretas dalam Rembuk Nasional dan RPPP APTISI di Bali. Salah satu yang mencuat yakni Uji Kompetensi (Ukom) yang tidak sesuai dengan UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan. Sehingga, APTISI menuntut kewenangan penuh Ukom mahasiswa kesehatan dikembalikan kepada perguruan tinggi (PT).

"Mengembalikan uji kompetensi kepada perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Budi.

Adapun tentang uji kompetensi tertuang dalam UU Tenaga Kesehatan di mana pada Pasal 21 ayat 1 berbunyi, mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara nasional.

Serta ayat 2, Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi, Iembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi.

"Sesuai dengan UU 36 Tahun 2014 Pasal 21 ayat 1 dan 2, berarti uji kompetensi tersebut memiliki kewenangan untuk dilakukan oleh perguruan tinggi bersama lembaga tersertifikasi dan/atau organisasi profesi," tutur Budi.

Untuk diketahui, sikap APTISI tersebut sudah disampaikan ke DPR RI pada 13 April 2022.  Budi Djatmiko dan tim telah menyampaikan sedikitnya tujuh poin pertimbangan mengapa aturan tersebut harus dibatalkan.

Peraturan Menteri Ukom sebagai aturan pelaksana UU Nakes dinilai memuat norma baru yang tidak memiliki landasan pengaturan dalam UU Nakes dengan membentuk lembaga baru yakni Komite Nasional Uji Kompetensi.

Hal ini sudah diperingatkan dengan tegas oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XIX/2021 tanggal 15 Desember 2021 dalam perkara constitutional review UU Nakes.

Rekomendasi Lainnya

Selain terkait Ukom mahasiswa kesehatan, APTISI juga menyampaikan sembilan poin isu utama dalam Rembuk Nasional dan RPPP ke-1. 
Berikut daftar pernyataan sikapnya.

1. Pelibatan APTISI dalam penyusunan RUU Sisdiknas. Pemerintah dan DPR wajib melibatkan APTISI dan stakeholder pendidikan lainnya, di dalam penyusunan dan pembahasan draf RUU Sisdiknas yang akan menggabungkan beberapa UU, yaitu UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi, sebelum disahkan dan diundangkan.

2. Akreditasi. Mendikbud dan Ristek agar mengembalikan akreditasi prodi Kepada BAN PT sambil menunggu penyelesaian RUU Sisdiknas yang baru.

3. Pembukaan Prodi Baru. Mendorong Kemendikbud mempercepat dan menyederhanakan proses usulan pembukaan Fakultas/Prodi baru dan menutup Prodi yang sudah jenuh, yang tidak sesuai dengan janji yang pernah disampaikan.

4. Dosen. Penyederhanaan dan pemangkasan proses pengajuan jenjang jabatan akademik utamanya Lektor Kepala dan Guru Besar/ Profesor, termasuk perlunya memperbanyak tim Penilai Angka Kredit Nasional dari PTS mengingat jumlah PTS yang jauh lebih besar dari PTN, yang selama ini penilain Jenjang Jabatan Akademik Nasional/ Pusat selalu didominasi oleh PTN. Memperbanyak bea siswa untuk Dosen PTS, mempermudah proses serdos dan pemberian bantuan dosen DPK untuk PTS. Memperbanyak hibah penelitian kepada dosen PTS yang nirkompetesi dalam rangka pemerataan kompetensi dan kualitas dosen se-Indonesia.

5. Penggabungan dan Penyatuan. Mendorong pemerintah melakukan percepatan bagi PT yang mengikuti program penyatuan dan penggabungan disamping insentif yang diberikan.

6. Bea Siswa. Menambah jumlah KIP bagi PTS tanpa memberlakukan persyaratan cluster dan akreditasi, termasuk tambahan khusus bagi Indonesia timur dan daerah 3 T.

7. Sistem informasi, platform, dan pelayanan prima. Mendesak Kemendikbudristek menyediakan sistem informasi dan platform yang terintegrasi dan tidak parsial setiap direktorat mempunya sistem dan platform sendiri-sendiri. Setiap pegawai kementerian wajib mempunya mental service exellence dan bukan sebaliknya minta dilayani.

8. Rekrutmen mahasiswa oleh PTN dan Universitas Terbuka. Pemerintah wajib menyetop sistem rekrutmen mahasiswa baru S1/ D4 bagi PTN dengan berbagai jalur dan membuka cabang di kabupaten/kota. Seharusnya lebih fokus pada progran S2 dan S3, untuk menjadi world class University. Membatasi Universitas Terbuka sebagai kapal keruk dalam penerimaan mahasiswa.

9. Pajak. Perguruan Tinggi adalah institusi nirlaba dan bukan Perseroan Terbatas/Usaha Komersial sehingga pemerintah wajib hukumnya membantu dan memberikan insentif kepada Perguruan Tinggi Swasta dengan membebaskan pembebanan segala jenis pajak yang tidak sesuai dengan peruntukan bagi institusi nirlaba, karena pada hakekatnya PTS mempunyai tugas ikuti membantu mencerdaskan bangsa dan menciptakan manusia unggul dan peningkatan APK, dengan penjelasan sbb:

a. UU tentang PBB telah membebaskan Objek Pajak atas aset yang digunakan untuk pendidikan, namun Pemkab/Kota masih melakukan pemungutan PBB. Meminta kepada Mendikbud dan ristek untuk menyampaikan kepada Kepala Daerah agar tidak mengenakan PBB tehadap aset yang digunakan oleh Lembaga Pendidikan

b. Membebaskan PPN untuk pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk kepentingan Pendidikan, termasuk PPN untuk pembangunan Gedung.

c. Membebaskan PPH atas sisa lebih dari pengelolaan Pendidikan, kecuali dana sisa dana tersebut digunakan untuk kepentingan di luar pendidikan.