RN - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menemukan ratusan rekening milik Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dari 60 kini bertambah menjadi 300 rekening.
Netizen di media sosial menyebut kalau ACT seperti ternak nomor rekening. Dan PPATK mengungkapkan telah memblokir ratusan rekening lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada Kamis (7/7/2022).
BERITA TERKAIT :Ajak Sobat Active Ngetrip Gunung Gede Pangrango, Elfs Active Launching Basecamp Manjakan Pendaki
Judol Pakai Kripto Untuk Gocek Polisi, Kapolri Sudah Endus Strategi Bandar
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana memberi perhatian khusus terkait indikasi penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola ACT. Apalagi PPATK memang berwenang melakukan penelusuran, analisis dan pemeriksaan terhadap permasalahan yang menarik perhatian masyarakat serta diduga adanya pelanggaran terhadap perundang-undangan.
"Saat ini PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT, yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK)," kata Ivan di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Ivan menyampaikan PPATK menelusuri data rekening ACT sejak 2014 hingga tahun ini. Dari penelusuran terungkap besaran dana ACT yang didapat dari luar negeri sekaligus dikirim ke luar negeri.
"Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 sampai Juli 2022 yang terkait ACT, diketahui terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64,946 triliun dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp 52,947 triliun," ujar Ivan.
Selain itu, Ivan mengingatkan yayasan manapun untuk menaati Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your Beneficiary), melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel.
Aturan itu keluar sebagai respons PPATK atas teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel, serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan," ucap Ivan.
Sementara ACT berjanji untuk berkomitmen menaati keputusan pemerintah mengenai pencabutan izin penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang bagi ACT. ACT namun mengaku kaget atas keputusan tersebut.
"Kami akan taati surat Keputusan Menteri Sosial No. 133/HUK/2022 tentang pencabutan izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang," kata Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Ibnu mengaku kaget saat mengetahui keputusan tersebut karena Selasa (5/7/2022) sudah ada pertemuan antara ACT dan Kementerian Sosial mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ACT.
Ibnu mengatakan ACT bersikap kooperatif dan menyampaikan informasi mengenai pengelolaan keuangan lembaga secara transparan dalam pertemuan dengan pejabat Kementerian Sosial.
Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," kata Muhadjir.
Tolak Audensi
PPATK enggan merespons permintaan audiensi yang sempat dilontarkan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar terkait rekening yang diblokir. ACT mengkelaim belum mengetahui perihal pemblokiran tersebut.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menerangkan lembaganya tak memiliki prosedur audiensi dalam menjalankan tugasnya. Ia bersikukuh PPATK tak punya kewajiban menginformasikan temuan kepada pihak terperiksa dalam hal ini ACT.
"Tidak ada mekanisme audiensi itu dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK," kata Ivan pada Kamis (7/7/2022).
Keengganan PPATK untuk menerima audiensi resmi dengan ACT memang wajar. Pasalnya PPATK merupakan lembaga intelijen di bidang keuangan. Data-data yang diperoleh PPATK nantinya pun digunakan kepolisian dalam rangka penyelidikan.
Oleh karena itu, Ivan menegaskan PPATK terus mendalami dugaan penyelewenangan dana oleh ACT. PPATK tengah menelusuri aliran dana dan transaksi menyangkut ACT. Jumlah transaksinya pun tak sedikit karena mencapai ribuan.
"Kami fokus follow the money," ujar Ivan.
Sementara itu, Pelaksana tugas Deputi Analis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono menjelaskan proses penghentian rekening ini sifatnya sementara. Sehingga jumlah pemblokiran masih bisa bertambah seiring perkembangan kasus ini.
"Selama 20 hari kerja kami akan periksa satu per satu transaksi dari puluhan ribu sehingga pertanggungjawaban bisa clear," ujar Danang.