RN - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta didesak tidak tanggung-tanggung membongkar seluruh pihak yang terlibat kasus mafia tanah pembelian lahan Cipayung.
Diduga kuat, dugaan kasus korupsi pembelian lahan Cipayung pada tahun anggaran 2018 silam itu dilakukan secara berjamaah, tidak hanya ASN, peran DPRD DKI Jakarta khususnya Komisi D tercium cukup menyengat.
Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) menduga adanya keterlibatan sejumlah oknum dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota DPRD DKI dalam perkara yang menurut kabar telah merugikan kas negara hingga RpRp. 26.719.343.153.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
"Nilai ini fantastis, engga mungkin sendirian. Kami menduga ada oknum ASN dan DPRD juga yang terlibat di kasus itu," ujar Ketua FPPJ, Endrainsah atau biasa dikenal Rian, belum lama ini.
"Jadi, kami mendesak aparat berwenang tidak hanya meringkus para pelaku yang saat ini sudah mendekam dalam penjara, tapi juga segera melakukan pengembangan dan segera menangkap oknum anggota DPRD DKI yang terlibat. Angka sebesar itu mustahil kalau engga bejamaah," sambungnya.
Rian menduga keterlibatan anggota DPRD sangat kuat dalam kasus tersebut. Sebab, DPRD dalam hal ini Komisi D sebagai salah satu pihak yang merencanakan dan menyetujui penganggaran pembelian lahan tersebut.
"Modus yang dilakukan mirip-mirip dengan pembelian lahan Munjul sehingga gara-gara ulah mereka anggaran rumah DP Rp0 membengkak," katanya.
Diketahui, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI) menahan 3 orang tersangka dalam kasus pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2018.
Ketiga tersangka yang ditahan adalah mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan DKI inisial HH, Notaris inisial LD, dan tersangka MTT (swasta). Ketiga orang tersangka tersebut ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 ke depan.
"Penahanan dilakukan berdasarkan syarat obyektif yaitu diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 (lima) tahun dan syarat subyektif yaitu dikawatirkan para tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya lagi sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam, beberapa waktu lalu.
Selain itu, pada Selasa (19/7), tim penyidik bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga telah menetapkan tersangka baru dalam kasus Mafia Tanah Cipayung, yakni JF (swasta) dan LD. Keduanya berperan melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Pemilik lahan tersebut hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 1.600.000 per meter. Sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp 2.700.000 per meter.
Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp 46.499.550.000. Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp. 28.729.340.317.
"Sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para Tersangka dan para pihak sebesar Rp 17.770.209.683 (milyar)," katanya.
Pasal yang disangkakan untuk Tersangka JF adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.