SEMUA umat manusia memiliki naluri rasis. Ada yang mereda dipengaruhi proses. Ada juga yang menguat terpengaruh proses. Dan ada yang berpura-pura dengan memainkan rasis, dalam proses mempengaruhi orang lain.
Rasis dapat menjadi penghalang sekaligus bisa menjadi pendobrak, baik dalam perebutan politik atau penguasaan ekonomi.
Dalam suatu acara debat presiden Amerika Serikat, antara Senator John Mc Cain dari Partai Republik dan Senator Barrack Obama dari Partai Demokrat. Secara sengaja dengan nada tinggi John Mc Cain memanggil nama panjang dari Obama. Yaitu Barrack Hussein Obama.
BERITA TERKAIT :Relawan Anies Di Kota Bekasi Siap Gembosi Jago PKS, Di Jakarta Kapan Nih?
Pelantikan Prabowo Bakal Dihadiri Ganjar Dan Anies, Tensi Politik Bakal Aman Dan Sejuk
Maksudnya untuk menyadarkan rakyat Amerika bahwa walaupun ibunya seorang kristen kulit putih keturunan Inggris yang merupakan mayoritas di Amerika Serikat. Tapi Obama berasal dari ayah berwarga negara Kenya, berkulit hitam dan beragama islam. Tampak John Mc Cain memainkan isu rasis.
Namun warga Amerika sadar bahwa tanah yang mereka huni bukan milik nenek moyang mereka. Melainkan tanah tempat beradu nasibnya para pendatang dari seluruh dunia secara fair dalam berekonomi dan secara demokratis dalam berpolitik. Usaha John Mc Cain pun gagal.
Ada banyak persamaan dan perbedaan antara Amerika dengan Indonesia. Persamaannya memiliki penduduk yang beragam. Amerika multi ras. Indonesia multi etnik. Tetapi masih dalam satu ras Mongoloid. Perbedaannya, Indian sebagai suku asli Amerika nyaris musnah. Sedangkan suku asli Indonesia sangat eksis.
Sehingga wajar rakyat Indonesia mempertahankan eksistensi pribuminya dalam Konstitusi UUD 45 (asli). Ada pada pasal 6 ayat 1 yaitu; Presiden dan Wakil Presiden ialah orang Indonesia asli. Pasal ini memaksa presiden Indonesia dan wakilnya harus memiliki garis keturunan ayah dan ibu yang berasal dari suku-suku asli Indonesia.
Dapat dipahami maksud Founding Fathers dalam membuat konstitusi tersebut. Karena di seluruh dunia, dalam konstitusinya ada nilai-nilai bangsa dan cita-cita negara. Yang keduanya harus diwujudkan oleh pemimpinnya.
Nilai-nilai bangsa Indonesia yang luhur berasal dari jati diri bangsa Indonesia. Yang melekat pada suku-suku bangsa di Indonesia. Dan presiden yang bertugas mengimplementasikan konstitusi menyangkut nilai-nilai bangsa itu, secara fisik harus merupakan perwujudan dari bangsa Indonesia. Agar nilai-nilai bangsa Indonesia dapat efektif terwujud.
Sedangkan cita-cita negara yang ada dalam konstitusi, siapapun boleh mewujudkannya. Bahkan mantan Presiden Gus Dur dengan bergurau mengatakan bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju kalau presidennya orang Belanda. Tetapi rakyat Indonesia pasti tidak mau.
Namun era reformasi telah menghapus Pasal 6 Ayat 1 UUD 45 tersebut. Menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, dst.
Pasal ini membuat orang yang bisa menjadi presiden dan wakil bukan hanya orang Indonesia asli. Tetapi orang keturunan apapun asalkan memiliki kartu kewarganegaraan Indonesia sejak lahir.
Ini artinya, jika bangsa eropa membutuhkan waktu hingga 300 tahun dengan ratusan ribu prajurit dan ratusan ribu ton peralatan militer untuk memusnahkan suku Indian, agar mereka dapat berkuasa di Amerika. Maka untuk memusnahkan kekuasaan suku asli Indonesia cukup dengan merubah UUD 45 (asli) di parlemen.
Terbukti amandemen UUD 45 melahirkan demokrasi yang menistakan pribumi. Seperti pemilihan Gubernur Jakarta kemarin. Dimana dua orang yang bersaing adalah Ahok keturunan Cina dan Anies keturunan Arab. Ahok didukung China dan Anies didukung Amerika.
Proses demokrasi yang berjalanpun menjadi panas. Karena datangnya dua juta demonstran ke ibukota. Dan larinya ribuan orang keturunan Cina ke luar Jakarta. Ditambah datangnya rombongan kapal induk Amerika di Selat Sunda. Praktek demokrasi yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia.
Sehingga UUD 45 yang diamandemen hasilnya adalah demokrasi liberal yang menakutkan. Pemimpin yang bukan pribumi. Dan pihak asing dibelakangnya. Bila ini didiamkan, maka masa depan Indonesia hanyalah akan menjadi bangsa para kuli dan kulinya bangsa lain. Seperti yang dikuatirkan Sukarno.
Nirmal Ilham Tenaga Ahli di DPR RI