RN - Kedutaan Besar RI di Canberra, Australia, mengumpulkan diaspora ilmuwan untuk membahas internasionalisasi bahasa Indonesia.
Langkah ini menyusul minat belajar bahasa Indonesia di negara tersebut kian menurun.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Canberra Mukhamad Najib mengatakan, Indonesia memiliki diaspora ilmuwan yang sangat potensial bukan hanya untuk mendekatkan universitas di kedua negara, tapi juga untuk mempromosikan bahasa Indonesia.
BERITA TERKAIT :Kevin Diks Dilirik Klub Liga Utama Jerman
Ole Romeny Bela Skuad Garuda Maret 2025
"Banyak orang Australia yang ingin meneliti Indonesia, tentu hal ini akan lebih baik jika mereka bisa berbahasa Indonesia. Jadi minat belajar bahasa Indonesia bisa datang dari minat tentang Indonesia," kata Najib dalam sebuah acara diskusi pada Senin, seperti dikutip dalam keterangan pers, Selasa (23/8/2022)
Dia mengatakan bahwa dalam 20 tahun terakhir, ada penurunan minat siswa Australia untuk belajar bahasa Indonesia. Dari sekitar 24 universitas yang memiliki program studi bahasa Indonesia pada 1990-an, saat ini hanya tersisa 14 universitas.
Untuk menguatkan kembali pelajaran bahasa Indonesia di Australia, ia menekankan perlunya mencari solusi bersama yang melibatkan semua pemangku kepentingan.
Untuk itu, KBRI Canberra mengumpulkan diaspora ilmuwan Indonesia yang bekerja di universitas dan lembaga penelitian di Canberra untuk mendiskusikan akar masalah dari penurunan minat belajar bahasa Indonesia di Australia.
Para ilmuwan Indonesia tersebut akan didorong untuk memberikan kontribusi mereka dalam penguatan internasionalisasi bahasa Indonesia.
Najib mengatakan bahwa saat ini pemerintah Australia telah mengaktifkan kembali program New Colombo Plan (NCP) untuk mendorong mahasiswa Australia belajar di negara-negara Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
"Tahun ini ada 140 mahasiswa Monash University (yang) akan berkunjung ke Indonesia dengan program NCP. Tentu di antara mereka akan ada yang tertarik belajar lebih jauh mengenai bahasa Indonesia setelah mengunjungi Indonesia secara langsung," katanya.
Diaspora ilmuwan Indonesia yang bekerja sebagai dosen di universitas Australia bisa turut mempromosikan dan mengarahkan mahasiswanya untuk mengikuti program NCP ke Indonesia, kata dia.
Acara diskusi yang berlangsung di Wisma Duta Indonesia itu dibuka oleh Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Vanuatu Siswo Pramono.
Dalam sambutannya, Siswo menekankan pentingnya kreativitas baru dalam mempromosikan bahasa Indonesia di kalangan anak-anak muda Australia.
Menurut dia, dalam upaya internasionalisasi bahasa, Indonesia tidak bisa meniru Inggris atau Prancis, yang menyebarkan bahasanya dengan penjajahan.
"Kita bisa meniru Korea, Jepang atau China. Tanpa melakukan penjajahan fisik terlebih dahulu tapi banyak anak muda ingin belajar Korea, Jepang atau China," katanya.
Korea mendistribusikan budaya yang menarik bagi anak muda di seluruh dunia,. Sehingga, jelas dia, dengan sukarela anak-anak muda mau belajar bahasa Korea.
"Indonesia tentu juga bisa melakukan hal yang sama. Tinggal dicari kreativitas apalagi yang bisa menarik siswa-siswa Australia untuk belajar bahasa Indonesia," kata dia.
Amrih Widodo, seorang diaspora yang telah lama mengajar di Australian National University (ANU), mengatakan ada banyak hal yang menyebabkan minat terhadap bahasa Indonesia di Australia menurun. Salah satunya adalah peristiwa bom Bali yang banyak menewaskan warga Australia, sehingga para orang tua di negara tersebut saat itu banyak yang melarang anaknya belajar bahasa Indonesia.
"Jumlah pelajar bahasa Indonesia turun drastis sejak terjadinya bom Bali. Siswa-siswa tidak bisa melakukan study tour ke Indonesia. Kalau pun mereka minat ke Indonesia, pemerintah (Australia) tidak membolehkan. Padahal, siswa yang pernah ke Indonesia umumnya tertarik untuk belajar bahasa Indonesia," beber Amrih.