RN - Pemeriksaan terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan selama 11 jam oleh KPK bukan perkara sederhana alias sepele. Jika cuma dijadikan sandiwara, sungguh terlalu.
Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Andre Vincent Wenas, hari ini.
Dibeberkannya, pasca pemeriksaan yang memakan waktu lama itu, Anies sama sekali tidak menjawab pertanyaan para wartawan tentang materi pemeriksaan. Tapi malah berceloteh tentang betapa dirinya senang bisa membantu KPK, ini tak ada relevansinya dengan fakta pemeriksaan dirinya selama 11 jam.
BERITA TERKAIT :Jakpro Nyerah Soal Formula E, Iwan Takwin Lempar Handuk?
Bek Liverpool Jadi Bos Tim F1
“Dengan terjadinya insiden penghalangan wartawan oleh para preman yang berteriak-teriak tidak karuan itu malah semakin memperkuat kesan bahwa Anies memang lari dari pertanyaan substantif yang diajukan wartawan, yaitu tentang Materi Pokok pemeriksaan,” imbuhnya.
Andre juga mengatakan, KPK mungkin saja baru selesai merangkai berbagai peristiwa atau temuan janggal dan perlu mengonfirmasikannya dengan Gubernur Anies, sehingga butuh waktu yang lama. Namun itu pun sebetulnya sudah terlalu bertele-tele prosesnya.
“Seharusnya memang bisa membuka kotak pandora dimana banyak ular beludak lain yang terlibat. Misalnya anggota parlemen Jakarta mana saja yang terlibat, orang kuat siapa saja yang selama ini menjadi patronnya, dan seterusnya,” tegas Andre.
Namun demikian, lanjut Andre, KPK seharusnya tak perlu takut, tak perlu juga sungkan-sungkan. “Kalau Hakim Agung di MA saja bisa ditangkap, masak dengan yang beginian saja takut?,” cetusnya.
“Kasus ini memang diduga terlalu politis, kita ingat saat persetujan event Formula-E itu di Agustus 2019 oleh DPRD DKI Jakarta 2014-2019, dimana semua fraksi setuju. Sehingga semua parpol yang ada saat itu bisa dipastikan berkepentingan untuk “mengamankan” dirinya sendiri. Mana mau mereka ikut bertanggungjawab. Diduga, lewat tentakel politiknya, para parpol itu bersekongkol untuk menutupi dugaan kasus korupsi di event Formula-E maupun di program lainnya”.
Tak bisa dipungkiri bahwa setelah DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 diganti dengan yang baru yaitu DPRD periode 2019-2024 dimana ada pemain baru yaitu Fraksi PSI, barulah berbagai skandal itu terbongkar dan naik jadi wacana publik. Sebelumnya khan semua tenang-tenang menghanyutkan!.
“Kita tetap mengatakan bahwa Gubernur Anies Baswedan adalah pihak yang paling bertanggungjawab. Selama 5 tahun kepemimpinannya terlalu banyak “kelebihan bayar” yang terjadi, itu jelas praktek mark-up yang diperhalus istilahnya lantaran keburu ketahuan. Bagaimana kalau tidak ketahuan? Apakah jadi “pembayaran yang pas”? pungkasnya.