RN - Kritik itu harus disertai solusi. Mengkritik membabi buta dengan menggunakan narasi kebencian akan menghancurkan persatuan secara perlahan.
"So, mari kita sibukkan diri dengan karya inovatif yang berujung pada kemajuan bangsa disertai dengan kekuatan intuisi dan lompatan imajinasi,” ajak Ketua Umum DPP Barisan Pemuda Nusantara (DPP Bapera), Fahd El Fouz A Rafiq, dikutip hari ini.
Fahd meyakini, pada hakikatnya setiap negara di dunia ini pasti menginginkan berdikari, akan tetapi ucapan itu tidak semudah perjuangan yang dilakukan.
BERITA TERKAIT :Walikota Jaksel Ajak Pemuda Dapat Berperan Dalam Pembangunan Nasional
Wow, Direktur Pelayanan PAM Jaya Syahrul Hasan Raih Jakarta Youth Award 2024
"India, Tiongkok dan banyak negara lain yang ingin merdeka dalam arti sesungguhnya. Di era modern ini pasti banyak hambatan dan sering di-recokin negara lain. Apalagi negara berkembang yang permasalahannya tidak jauh masih soal urusan perut (ekonomi) sehingga mudah dipatahkan semangat juangnya," ujarnya.
Kemerdekaan Indonesia yang direngkuh tahun 1945 bukan pencapaian akhir. Tapi, menurut dia, jika rakyat bebas berkarya adalah puncaknya. Jika karya-karya Nusantara dan buah anak bangsa tidak dijaga resikonya akan diklaim oleh negara lain.
Mantan Ketum PP AMPG ini terus memberikan semangat dengan mengutip kata-kata dari Jenderal Besar Soedirman, "Percaya dan yakinlah bahwa kemerdekaan satu negara yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa, harta benda dari rakyat dan bangsanya tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapa pun juga”.
"Narasi-narasi positif telah saya paparkan ke publik ini adalah sebuah dorongan kepada semua generasi bangsa agar terus berupaya untuk mengangkat dan mengharumkan kembali Indonesia agar kembali disegani dan maju seperti Nusantara dulu," tuturnya.
"Jangan pernah berhenti untuk berusaha dan saya sangat meyakini itu bahwa ujung usaha adalah takdir," imbuh Fahd.
Menurut dia, apa yang telah ditempuh Presiden Jokowi dan Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto semata-mata untuk menjadikan Indonesia lebih baik ke depannya.
Fahd mengingatkan saat ini kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja, akan tetapi Indonesia tetap tegar dan terus berinovasi agar NKRI dapat meminimalisir ancaman resesi global.
"Memang benar apa yang dikatakan Margaret Thatcher, kemerdekaan tak akan berfungsi sebelum adanya kekuatan ekonomi. Tapi kalimat dari Thatcher itu sedang ditempuh Indonesia saat ini," jelasnya..
Di lain sisi, pengusaha muda ini menambahkan, sebuah negeri yang ingin maju individunya harus diarahkan untuk memiliki kekuatan intuisi dan imajinasi . "Kita harus punya tekad untuk meninggalkan jejak sejarah di alam semesta, kita harus memeras otak kita karena manusia biasa hanya menggunakan 5-6 persen kapasitas otaknya, kita harus maksimalkan kapasitas otak, naiklah 20-60 persen," ujarnya.
Di sisi lain, menurut dia, bangsa ini juga harus berani berpikir berbeda, khususnya soal karya dalam bidang teknologi dan pendidikan. Dan yang pasti harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami banyak orang.
"Sekali lagi saya mengutip dari lirik lagu Indonesia Raya 'Bangunlah Jiwanya, bangunlah bangsanya.' Saya jabarkan sekali lagi kemerdekaan suatu negara dapat dijamin teguh berdiri apabila berpangkal pada kemerdekaan jiwa. Jadi, jiwa-jiwa muda harus dibangun untuk dimasukkan ke dalam pikiran bawah sadarnya Indonesia wajib menjadi negara maju dan mengejar ketertinggalan dari bangsa bangsa lain,” urainya.
Mantan Ketum Gema MKGR ini yakin Indonesia adalah bangsa yang mampu memaksimalkan kekuatan akal pikirnya. Menengok kembali sejarah yaitu Operation Paper Clips. Ada sebuah negara yang merampok para individu berkualitas dari Jerman yaitu bangsa Amerika. Mereka mengumpulkan dan merekrut ilmuwan dan insinyur Jerman yang berjumlah sekitar 1.600 orang yang terjadi antara tahun 1945 dan 1959.
"Apa yang terjadi kemudian? bangsa Amerika menjadi bangsa yang maju di bidang teknologi dan wajar akhirnya negeri Paman Sam ini mendominasi penghargaan Nobel saat ini," bebernya.
Negeri Paman Sam ini bakhan menerima atas hak kekayaan intelektual terbesar di dunia. Data Bank Dunia tahun 2016 menunjukkan bahwa Amerika Serikat mencatat penerimaan dari hak atas kekayaan intelektual senilai US$126,2 miliar mengalahkan Belanda yang berada di posisi kedua dengan nilai US$42,8 miliar, serta Jepang di tempat ketiga dengan nilai US$ 36,6 miliar. Singapura satu-satunya wakil dari Asia Tenggara.
"Yang jadi pertanyaan, Apakah kita perlu memodifikasi operasi Paper Clips yang dilakukan Amerika untuk memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada ilmuwan-ilmuwan dunia yang tersisih dari kompetisi Nobel tersebut? Karena sepengetahuan saya, banyak ilmuwan yang disingkirkan karena mungkin ilmu mereka terlalu canggih. Kita Indonesia bisa menampungnya, Bagaimana dengan ide ini," Ketua Bidang Ormas DPP Partai Golkar ini mengakhiri.