Minggu,  08 December 2024

Begini Pengakuan Ibu Mahasiswa UI Yang Tewas Kecelakaan Tapi Jadi Tersangka

RN/NS
Begini Pengakuan Ibu Mahasiswa UI Yang Tewas Kecelakaan Tapi Jadi Tersangka
Ira memperlihatkan foto putranya yang meninggal.

RN - Dwi Syafiera Putri harus menelan pil pahit. Sebab, putranya yang wafat diberikan lebel tersangka oleh polisi.

Alhasil, ibu mahasiswa Universitas Indonesia (UI) HAS itu kini sedang mencari keadilan. Ibu yang biasa disapa Ira itu mengaku diminta damai dalam mediasi yang digelar pihak kepolisian terkait kasus kecelakaan anaknya.

Orang yang biasa disapa Ira itu juga mengaku dipertemukan dengan purnawirawan Polri, AKBP Eko Setio Budi Wahono, dalam momen itu.

BERITA TERKAIT :
Menang Kalah Sudah Biasa, Saatnya Pemimpin Baru Andra Soni Rangkul Semua Pihak untuk Bangun Banten
FPPJ Ucapkan Selamat ke Pramono-Doel Satu Putaran Usai Unggul Di Quick Count Pilgub Jakarta

"Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakasai pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran," ungkap Ira saat ditemui di Sekretariat ILUNI UI, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1).

Ira menjelaskan mediasi dihadiri beberapa petinggi kepolisian. Dalam kesempatan itu lah polisi disebut memintanya untuk berdamai dengan dalih posisi sang anak lemah.

"Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. 'Sudah Bu damai aja, karena posisi anak ibu sangat lemah,'" kata Ira.

"Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?," tutur Ira.

Ira rapuh usai mendengar permintaan damai itu. Namun, Ira menahan air matanya selama berhadapan dengan para petinggi polisi yang hadir.

"Saya yang bilang, saya orang paling rapuh di dunia, saat itu saya enggak kuat, saya sudah pengin nangis. Tapi saya bilang dalam hati saya jangan pernah keluarkan setetes air mata pun di depan para petinggi-petinggi polisi ini," jelas Ira.

Saat hendak mediasi, Ira mengatakan sesungguhnya didampingi kuasa hukum keluarga HAS, Gita Paulina bersama lima orang lainnya. Namun, Ira menyebut polisi memisahkannya dengan pihak kuasa hukum.

Kondisi itu membuatnya merasa seperti disidang pihak kepolisian selama proses mediasi berlangsung.

"Jadi kami di dalam ruangan itu, menurut kami ya, menurut saya yang memang merasakan kejadian itu, kami serasa disidang," ujar Ira.

Di tengah kondisi itu dan setelah mendengar permintaan damai, Ira kemudian mencari cara untuk bertemu kuasa hukumnya. Ia mengutarakan keinginannya untuk keluar dari ruangan tempat mediasi itu.

"Saya mau keluar, saya sudah enggak melihat bahwa bapak-bapak itu adalah berpangkat, mohon maaf sekali," kata dia.

Usai keluar, Ira dapat bertemu tim kuasa hukum dan langsung menangis di hadapan Gita. Sehingga, terjadi perdebatan antara tim kuasa hukum keluarga dengan polisi.

"Saya langsung buka pintunya, kuncinya, yang saya kerjakan adalah saya duduk di pangkuan Bu Gita. Saya nangis, saya cuma bilang, 'Mbak saya enggak kuat.' Alhamdulillah mereka tahu isyarat saya," cerita Ira.

"Begitu pintu kebuka mereka masuk. Di situlah terjadi apa ya, adu argumentasi antara para lawyer kami dengan bapak-bapak itu," terang dia.

Ira menegaskan pihaknya tidak akan mau diajak berdamai dan bakal menolak apabila kembali dibujuk untuk mediasi.

"Dari kami, kami adalah orang tuanya. Apapun mediasi yang mereka usulkan akan kami tolak. Berapa pun peluang yang dia usulkan akan kami tolak. Kami tetap akan maju," imbuhnya.

Sebelumnya, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menjelaskan alasan HAS dijadikan tersangka karena kelalaian sendiri, bukan karena kelalaian Eko.

"Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," tutur Latif kepada wartawan, Jumat (27/1).

Kepolisian mengatakan kecelakaan terjadi ketika cuaca dalam kondisi hujan dan jalanan licin. Korban disebut melajukan sepeda motornya dengan kecepatan 60 km/jam.

Kemudian, tiba-tiba ada kendaraan di depannya korban yang ingin belok ke kanan. Hal itu membuat korban mengerem mendadak. Akibatnya, kendaraan korban pun tergelincir. Kendaraan korban lalu berpindah lajur ke jalan yang berlawanan arah.

Pada saat yang sama, kata Latif, Eko sedang mengendarai mobilnya di lajur tersebut dengan kecepatan 30 km/jam. Eko dikatakan telah tak dapat menghindar sehingga motor korban menabrak kendaraan Eko.