RN - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) membuat putusan ngaco. Dalam putusan itu salah satu poinnya adalah menunda pemilu hingga Juli 2025.
Kontan saja warganet riuh. "Ngaco tuh PN, siapa hakimnya," tulis warganet.
Netizen lainnya menyebut kalau putusan tersebut terkesan titipan. "Titipan dan mainan siapakah ini?," sindir netizen.
BERITA TERKAIT :Mendekati Pencoblosan, DPRD Kota Bekasi Ingatkan KPU dan Bawaslu Bekerja Profesional
Kasak-Kusuk Mr A Dongkel Kursi Wali Kota Jakpus
PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda pemilu.
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Ihza Mahendra menilai PN Jakpus keliru ketika memutus perkara ini.
"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa," kata Yusril kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).
Yusril memaparkan bahwa dalam gugatan perdata biasa maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU). Sedangkan pihak lain tidak tersangkut dengan sengketa ini.
"Tidak menyangkut pihak lain, selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja, sekiranya ada. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau 'erga omnes'," tuturnya.
Diketahui, gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Dengan putusan itu pemilu ditunda hingga tahun 2025. Sementara KPU RI tegas menolak putusan PN Jakpus dengan mengajukan banding. Hal ini dikatakan Ketua KPU RI Hasyim Asyari.
Putusan Aneh
Anggota Dewan Penasihat Perludem, Titi Anggraini menilai putusan PN Jakpus aneh dan janggal. Titi mengatakan bahwa dalam skema penegakan hukum pemilu tidak mengenal jalur penyelesaian masalah verifikasi parpol melalui PN.
"Dalam skema penegakan hukum pemilu tidak dikenal jalur penyelesaian masalah verifikasi partai politik melalui Pengadilan Negeri. UU Pemilu yaitu UU No 7 Tahun 2017 hanya mengatur bahwa penyelesaian masalah pendaftaran dan verifikasi parpol bisa dilakukan melalui Bawaslu atau Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Titi kepada wartawan, Kamis (2/3/2023).
Titi menegaskan bahwa putusan PN Jakpus menyalahi kompetensi absolut dalam sistem keadilan pemilu. Oleh karena itu, putusan ini tidak bisa dieksekusi.
Titi mengakui bahwa UU Pemilu mengenal pemilu susulan dan lanjutan yang disebabkan oleh sebuah peristiwa. Kendati demikian, tidak ada klausul yang berbunyi bahwa pemilu ditunda karena Putusan PN.
"PN juga tidak punya kewenangan apapun dalam desain penegakan dan penyelesaian masalah hukum pemilu di Indonesia," jelasnya.