RN - Dalam waktu dekat akan muncul poros baru. Sinyal itu diucapkan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menyampaikan peluang koalisi antara PBB, PDIP, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Yusril menjelaskan, pertemuan dengan PPP ini bertujuan untuk membahas kemungkinan kerja sama. Koalisi perlu dijalin dengan partai lain karena PBB "enggak punya duit", meski kuat secara ideologi. Keterbatasan finansial itu pulalah yang membuat PBB dari dulu tidak kunjung menjadi partai besar.
BERITA TERKAIT :Sri Mulyani Langsung Ke Prabowo, Airlangga Jadi Menko Perekonomian Banci?
Golkar Dapat 7 Menteri, Airlangga Yang Kerja Tapi Bahlil Yang Atur?
"Satu-satunya cara untuk mengatasi ini (masalah finansial) adalah dengan cara kita coba membangun silaturahmi dan aliansi dengan partai-partai lain. Baik sesama partai Islam maupun dengan partai-partai nasionalis," kata Yusril kepada wartawan usai menjadi pembicara di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Potensi koalisi itu, lanjut dia, sangat mungkin dijalin dengan PPP. Sebab, PBB sangat dekat dan bisa berkomunikasi dengan PPP. Karena itu, pihaknya akan bersilaturahmirahmi pertama kali dengan PPP.
Setelah bertemu pimpinan PPP, kata Yusril, dirinya akan bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Partainya berpotensi membentuk koalisi dengan PDIP karena selama ini komunikasi terjalin baik. Selain itu, PBB dan PDIP sama-sama partai yang punya akar sejarah dalam dunia politik Indonesia.
"PDIP sekarang ditarik-tarik ke belakang kan PNI (Partai Nasionalis Indonesia). Kalau PBB ditarik-tarik ke belakang adalah Masyumi. Jadi, memang ada akar ideologinya, sehingga bisa bertemu dan bekerja sama," ujar pria yang dikenal sebagai anak ideologis dari pendiri Masyumi, Mohammad Natsir, itu.
Yusril mengatakan, jadwal pertemuan antara ia dengan Megawati sedang diatur oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Bu Mega sendiri pada saat saya bertemu langsung, kita sudah sepakat untuk membahas soal ketatanegaraan yang kita hadapi sekarang," ujarnya.
Beberapa hari lalu, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy telah bertemu Sekjen PDIP Hasto di Kantor PDIP, Menteng, Jakarta. Romahurmuziy mengatakan, dalam pertemuan itu, PDIP sempat mengajak PPP untuk berkoalisi dalam Pilpres 2024.
Seperti diberitakan, Golkar sebagai pertai besar di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih ngotot Airlangga Hartarto menjadi capres. Tapi PAN beberapa waktu lalu mendukung Ganjar Pranowo menjadi capres.
Jika PAN ke Ganjar dan PPP koalisi dengan PDIP serta PBB maka nasib Airlangga menjadi capres bakal gagal. Bahkan, Airlangga terancam dicap sebagai capres spanduk.
Sinyal PDIP
PDI Perjuangan dan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai partai politik lebih memilih jalan ideologi yang kokoh pada prinsip meskipun terjal. Demikian disampaikan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
"Dengan sikap Prof Yusril (Ketua Umum PBB) tersebut, maka semakin jelas bagaimana PDI Perjuangan dan PBB hadir sebagai partai ideologi. Kami menempuh jalan ideologi, sementara yang lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Sebagai parpol yang memilih jalan ideologi, katanya, PDI Perjuangan turut menyiapkan kader dengan basis tersebut dan dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan.
"Sebab menjadi anggota legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik. Dalam peran strategis tersebut, maka caleg harus dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan," kata dia.
PDI Perjuangan memberikan apresiasi kepada Prof Yusril Ihza Mahendra yang telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berdasarkan amanat ideologi Pancasila dan UUD 1945.
"Pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan, dan menampilkan kepakaran beliau yang dipandu sikap kenegarawanan tentang bagaimana sistem pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang," katanya.
Menurut dia, dengan sistem proporsional tertutup, maka caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi. Sementara kalau proporsional terbuka modalnya popularitas dan kekayaan.
"Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik, primordialisme, dan ada partai karena ambisi, lalu ambil jalan pintas merekrut isteri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme," kata dia.
Logikanya, menurut Hasto, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarga. Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan.
"Dalam proporsional terbuka caleg lahir secara instan, akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya. Mengapa, karena pragmatisme politik merajalela," ucapnya.
Hal tersebut, papar dia, karena untuk menjadi anggota legislatif harus bermodalkan kapital atau dukungan investor politik, maka skala prioritas lebih menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik, dan kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan.
"Dalam proses ini terjadi penyatuan fungsi antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme yang menyandera fiskal di masa depan," ujarnya.