RN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus mantan Kepala Kantor (Kakan) Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Dia dicap sebagai broker pengusaha.
Andhi dituding memanfaatkan jabatannya untuk memfasilitasi pengusaha dan menerima gratifikasi sebagai balas jasa. Pada Jumat (7/7/2023), KPK resmi melakukan penahanan terhadap Andhi Pramono.
"Diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker (perantara) dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
BERITA TERKAIT :Duit Prajogo Pangestu Bakal Numpuk, Jadi Triliuner 2028
Jumlah Orang Kaya Baru Turun, BPS Sebut Dampak Corona
Alex mengungkapkan peristiwa tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012 hingga 2022. Penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi saat Andhi Pramono (AP) menduduki beberapa posisi, mulai dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan jabatan terakhir Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar.
Sebagai broker, AP diduga menghubungkan antar-importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja. "Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, AP diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee," ujar Alex.
Alex mengatakan, rekomendasi yang dibuat dan disampaikan AP diduga juga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor impor diduga tidak berkompeten.
Siasat yang dilakukan AP untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.
Tindakan AP dimaksud diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitas AP sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain. Pada proses penyidikan, ditemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik AP dan ibu mertuanya.