RN - Satu persatu intervensi pemerintah dalam kasus hukum terkuak. Sebelumnya soal korupsi KTP-el.
Kini mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, mengaku soal pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sudirman Said dimmarahi soal hebohnya kasus 'papa minta saham' terkait Freeport.
Tapi Ari Dwipayana selaku Koordinator Staf Khusus Presiden Jokowi menepisnya. "Tidak benar Presiden Jokowi memarahi Sudirman Said karena melaporkan Setya Novanto (Ketua DPR saat itu) ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) pada tahun 2015," kata Ari dalam keterangan, Sabtu (2/12/2023).
BERITA TERKAIT :Projo Mau Jadi Parpol, Agar Jokowi Punya Kendaraan Atau Mainan?
Jokowi Titip Kabupaten Tangerang ke Zulkarnain-Lerru, Calon Lain Bakal Zonk
Ari kemudian mengungkit pernyataan Sudirman Said pada 7 Desember 2015. Menurutnya, Sudirman Said saat itu menyebut Presiden Jokowi mengapresiasi proses terbuka yang dilakukan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Akhir tahun 2015 lalu, publik dibuat ramai dengan skandal 'papa minta saham' yang menjerat nama Setya Novanto. Novanto saat itu menjabat sebagai Ketua DPR.
Menteri ESDM saat itu Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Sudirman melaporkan Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam perbincangan tentang saham Freeport antara Presiden PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto, dan pengusaha Reza Chalid.
Sudirman juga membawa barang bukti berupa rekaman pembicaraan Maroef, Novanto, dan Reza Chalid, dalam pertemuan di Hotel Ritz-Carlton Jakarta pada tanggal 8 Juni 2015. Itu adalah pertemuan ketiganya yang direkam oleh Maroef Sjamsoeddin.
Novanto kemudian disidang oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Seluruh anggota MKD DPR menyatakan Setya Novanto melanggar kode etik dalam kasus 'papa minta saham'.
Sebanyak tujuh orang anggota MKD menyatakan Novanto melakukan pelanggaran berat dan mendorong kasus ini dibawa ke panel, sejumlah anggota MKD menyebut ini untuk mengulur waktu. Sementara 10 anggota MKD menyatakan Novanto melakukan pelanggaran sedang dengan sanksi pemberhentian dari kursi Ketua DPR.
Meski semua anggota MKD menyatakan Novanto melakukan pelanggaran kode etik, namun MKD akhirnya tak menjatuhkan sanksi bagi Novanto. Hal ini dikarenakan Novanto mengirim surat pengunduran diri sebagai Ketua DPR di last minute sebelum MKD mengambil keputusan final soal sanksi untuk Novanto. Novanto menyampaikan pengunduran dirinya dari kursi DPR namun tak ada penegasan bahwa dirinya merasa bersalah dalam persoalan ini.
Dimarahi Presiden
Awalnya ada mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah diminta Jokowi menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Lalu Sudirman memberikan pengakuan serupa.
Hal itu disampaikan Sudirman Said usai pertemuan PWI dengan capres nomor urut 1 Anies Baswedan di Gedung PWI, Jumat (1/12).
Mulanya, Sudirman menjawab pertanyaan awak media terkait tanggapan terhadap pengakuan Agus yang dimarahi Jokowi soal kasus E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Saya dulu pernah punya pandangan ya bahwa di jaman digital di jaman keterbukaan ini menyembunyikan kejahatan, menyembunyikan penyimpangan, itu nggak bisa lama-lama gitu. Ini kan membuktikan bahwa tindakan-tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh pimpinan negara, satu persatu mulai muncul," kata Sudirman Said kepada wartawan di Gedung PWI, Jakarta Pusat, Jumat (1/12).
Sudirman lalu mengatakan pernah juga dimarahi oleh Jokowi. Dia menuturkan amarah itu terkait laporan terhadap Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) soal kasus freeport yang dikenal dengan kasus 'Papa Minta Saham'.
"Kalau saya boleh tambahkan ya tapi jangan kaget ya, ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD, itu juga presiden sempat marah itu. Saya ditegor keras," kata Sudirman Said.
"Seolah-olah ada yang memerintahkan atau yang mengendalikan, padahal saya katakan itu semata-mata tugas saya sebagai pimpinan sektor waktu itu ESDM untuk menata dan membersihkan sektor. Tapi memang sempat juga Pak Presiden itu marah pada saya, dan saya menjelaskan tidak ada pihak manapun yang memerintahkan," lanjutnya.