RADAR NONSTOP - Proyek light rail transit (LRT) Jabodebek dinilai kemahalan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai kalau proyek itu kemahalan.
Karena menghabiskan biaya Rp 500 miliar per kilometer (km). Mantan Sektretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, JK sedang kembali ke 'aslinya'.
"Jika lebih utamakan keselamatan negara jangka panjang daripada sekadar kekuasaan," ujarnya di Media Center Prabowo-Sandi Jakarta, Rabu (23/1/2019).
BERITA TERKAIT :Begini Cara Hadapai Peneror Pinjol, Ganti No HP Atau Lapor OJK
Utang Pinjol Rp 72,03 Triliun, Bukti Rakyat Banyak Yang Susah
Dia mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahayanya proyek infrastruktur sebagai bahan pencitraan. Sebab, akan membebani negara ke depan.
Harga kemahalan infrastruktur dapat dinilai dari dua aspek, yakni investasi dan daya beli masyarakat. Kemahalan suatu infrastruktur komersil itu ada dua variabel, satu mahal investasi dan kemampuan daya beli.
"Yang selalu dikatakan Luhut Pandjaitan membandingkan investasi luar negeri dan Indonesia. Itu bisa dibandingkan, tapi di luar negeri daya beli masyarakat tinggi, jadi harga tiket mahal nggak masalah," ujarnya.
Dia memaparkan, harga tiket komersil LRT Rp 40 ribu hingga Rp 45 ribu, maka itu bisa disebut kemahalan.
"Karena infrastruktur komersial bagaimana dia layak, saya kasih contoh LRT di luar negeri itu mungkin murah memang karena kalau dihitung kira-kira layak kalau harga tiket Cibubur itu layak Rp 40-45 ribu, di luar negeri itu bisa karena daya beli tinggi kan Rp 45 ribu kan US$ 3," ujarnya.
Seperti diketahui, JK sebelumnya menyebut proyek LRT terlalu mahal. Hal itu disampaikan oleh JK saat bertemu dengan para konsultan dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (11/1/2019).
JK mengatakan, proyek LRT Jabodebek yang dibangun secara melayang atau elevated dinilai tak efisien. Apalagi, menurutnya, proyek itu seharusnya tak dibangun di pinggir jalan tol.
Pembangunan proyek yang tak efisien ini, kata JK, menyebabkan biaya yang dikeluarkan jadi membengkak hingga mencapai Rp 500 miliar per kilometer. Dia pun mempertanyakan siapa konsultan yang mengawasi proyek tersebut.
"Siapa konsultannya ini yang bikin ini, sehingga biayanya Rp 500 miliar per kilometer. Kapan kembalinya (modalnya)? Kalau dihitungnya seperti itu," ungkap JK.