Ruang Gerak Pertamina Terbatas, SPPSI Jakarta Dorong Revisi UU Migas
RN- Serikat Pekerja Pertamina Seluruh Indonesia (SPPSI) Jakarta mendorong pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) agar PT Pertamina (Persero) kembali memiliki kewenangan yang besar.
"Dalam UU Migas No 22 Tahun 2001 itu, Pertamina tak lagi menjadi regulator. Melainkan sebagai operator, sehingga peran Pertamina menjadi terbatas," kata Ketua Umum SPPSI Jakarta Muhamad Anis saat Ngobrol Santai (Ngobras) bersama wartawan di sela-sela Syukuran Milad SPPSI Jakarta Ke-23 di Jakarta, Jumat.
Tak hanya itu, adanya holding dan sub holding di Pertamina sejak 2019 menyebabkan Pertamina memiliki anak perusahaan dan cucu perusahaan.
BERITA TERKAIT :Ruud Van Nistelrooy Cetak Rekor Sempurna
Nicke Widyawati Didepak Dari Pertamina, Saatnya Cuci Gudang BUMN?
"Kta ingin Pertamina utuh, tidak terpisah-pisah dan menjadi satu kesatuan karena dengan kesatuan, kita bisa mempertahankan Pertamina dari hambatan-hambatan operasional," ujarnya.
Di antaranya, harga minyak yang selalu fluktuatif yang berdampak terhadap kebutuhan masyarakat yang juga fluktuatif. Karena untuk menjaga ketahanan dan daya beli masyarakat tetap terjaga, pihaknya menginginkan Pertamina yang utuh dari hulu ke hilir dalam satu kendali Pertamina.
"Semoga dapat direspon oleh pemerintah untuk bisa mengevaluasi tentang revisi UU Migas. Ini kita dorong dan masih tetap kita perjuangkan agar Pertamina kuat karena perusahaan ini merupakan milik negara," kata Anis.
Dengan keutuhan Pertamina, maka masyarakat dapat mendapatkan harga minyak yang dapat terjangkau.
"Pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus mengevaluasi kembali, sehingga penataan Pertamina ke depan lebih efektif dan efisien. Karena semua biaya akan menggerus keuntungan Pertamina dimana keuntungan Pertamina sebesar-besarnya untuk negara. Kalau Pertamina untung, masyarakat untung, kan gitu. Kalau Pertamina rugi, masyarakat juga rugi," kata Anis.
Dia berharap agar pemerintah mengembalikan Pertamina sebagai perusahaan negara yang menguasai seluruh hak kekayaan negara yang terkandung di dalamnya, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33.