RN - Ketua Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 98 (JARI’98), Willy Prakarsa menghimbau pihak pihak yang kalah di Pilpres 2014 legowo. Tidak usah lagi menggunakan Politik Dagang Sapi.
Sudah bukan lagi zamannya teriak teriak curang, ajukan gugatan ke MK, gaungkan Hak Angket dan kerahkan massa, untuk membentuk opini sebagai pihak yang paling benar.
“Padahal, tujuan dibalik itu semua hanya untuk menaikkan bargaining position agar dapat jabatan dan sekedar menutupi rasa malu. Padahal sejatinya gerombolan tersebut sudah tidak punya urat malu di lehernya,” ujar Willy Prakarsa.
BERITA TERKAIT :JARI’98: Ngaku Orang Tangsel, Coblos Nomor 2 Bukan Blasteran Blekok
JARI 98 Akan Gunakan Energi Pilkada Tangsel 2020 Menangkan Paslon Nomor Urut 2 Ruhamaben-Shinta
Willy menyarankan, sebelum maju dan jadi kontestan Pemilu, baik itu Pilpres, Pileg dan Pilkada, baiknya para calon menandatangani terlebih dahulu Pakta Integritas “Siap Menang, Siap Kalah, dan Gantlement”.
Hal ini penting dilakukan untuk menghindari kejadian seperti sekarang ini, dimana pihak yang kalah tidak terima kekalahan dan menuduh yang menang curang.
“Kita ambil edukasinya, gegara Prabowo-Gibran menang pihak-pihak yg kalah tuduh lakukan kecurangan, tanpa bisa tunjukan bukti-bukti kecurangan. Menuduh tanpa dapat menyajikan bukti konkret, meninggalkan kesan bahwa kerja keras dan dedikasi KPPS, KPU, dan BAWASLU tidak dihargai,” kata Willy Prakarsa kepada awak media, Sabtu (30/3/2024).
Willy Prakarsa menduga, pihak yang kalah dalam Pilpres 2024, menggunakan demonstrasi sebagai ajang untuk mengekspresikan ketidakpuasan politik tanpa upaya konstruktif untuk mencari solusi.
Bahkan demonstrasi dianggap sebagai bagian dari rekreasi politik yang lebih mengarah pada permainan kekuasaan daripada upaya memperbaiki sistem.
“Demonstrasi jadi bagian dari ajang rekreasi politik untuk daya tekan lakukan bargaining position biar terkesan ada indikasi Politik Dagang Sap,” cetusnya
Ia juga menyoroti penggunaan agama sebagai komoditas politik, yang sering kali digunakan untuk tujuan tertentu tanpa memperhatikan nilai-nilai integritas dan keadilan. Padahal suara rakyat harusnya dihargai sebagai manifestasi dari demokrasi yang beradab.
“Fakta kalau rakyat Indonesia sudah muak dan suara rakyat ‘Vox Populi Vox Dei’ Suara Tuhan terbukti diberikan 96.000.000 lebih Nyaris 59% tembus pilih Prabowo-Gibran dan menghukum para pelaku yg kerap jual agama dan ayat,” tandasnya.
Pada kesempatan ini, Willy Prakarsa, juga menyatakan apresiasinya atas pencapaian dalam menjadikan demokrasi di Indonesia sebagai demokrasi yang beradab di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meskipun tidak tanpa tantangan, namun upaya pemerintah dalam membangun demokrasi yang inklusif dan berkelanjutan telah membuahkan hasil yang positif.
“Era Jokowi dan Jajarannya mampu jadikan demokrasi di Indonesia Demokrasi beradab,dan sukses dalam kinerjanya,” pungkasnya.