RN - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tercoreng. Kementan di era Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut-sebut minta minta dana 12 miliar untuk pengurusan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil auditor BPK soal soal pengurusan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). KPK menjamin bakal mengembangkan fakta hukum yang muncul dalam persidangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melilit mantan Mentan SYL.
Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan fakta hukum yang berkembang dalam sidang Syahrul Yasin Limpo bakal jadi perhatian jaksa KPK.
BERITA TERKAIT :Pejabat Pemda Paling Banyak Disuap Swasta, 139 Kades Masuk Bui
Gubernur Kalsel Nyerah Aja, Paman Birin Sudah Dicegah Ke LN
"Banyak fakta-fakta menarik saya kira dalam persidangan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan tentu semua faktanya sudah dicatat dengan baik oleh tim jaksa. Kami juga sempat diskusi terkait ini dengan tim jaksa," kata Ali kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).
Ali memastikan bakal mendalami fakta yang terkuat dalam persidangan SYL lewat pemeriksaan saksi. Tapi pendalaman itu diduga baru dilakukan pasca sidang SYL rampung sepenuhnya.
KPK tak menutup peluang memanggil pihak lain yang namanya muncul sepanjang persidangan, termasuk auditor BPK. Apalagi, KPK masih menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Syahrul Yasin Limpo.
Pengakuan Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Hermanto memunculkan kabar auditor BPK meminta uang Rp 12 miliar. Uang itu dimaksudkan agar Kementan di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo mendapatkan predikat WTP.
Hal itu disampaikan Hermanto ketika bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi di Kementan RI yang menjerat mantan mentan SYL, mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Mulanya, Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menanyakan soal pemeriksaan yang dilakukan BPK. Hermanto mengaku bahwa pihaknya mendapatkan WTP dari BPK saat dirinya menjabat sebagai Sesditjen PSP.
"Itu pada akhirnya opini yang diterbitkan BPK, sepengetahuan saksi?" tanya jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/5/2024).
"Sepengetahuan saya WTP," jawab Hermanto.
Lebih lanjut, jaksa KPK mendalami pengetahuan Hermanto soal sosok Haerul Saleh dan Victor. Hermanto mengakui mengenal Haerul Saleh yang merupakan Anggota IV BPK.
"Kalau Pak Victor itu memang auditor yang memeriksa kita (Kementan)," ujar Hermanto.
"Kalau Haerul Saleh?" tanya jaksa KPK lagi.
"Ketua AKN (Akuntan Keuangan Negara) IV," jawab Hermanto.
Jaksa KPK lantas bertanya apakah ada permintaan dari BPK terkait pemberian opini. Hermanto tak membantah adanya permintaan uang dari pihak BPK agar Kementan mendapat WTP.
"Terkait hal tersebut bagaimana, apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar menjadi WTP?" tanya jaksa KPK.
"Ada, waktu itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan," jawab Hermanto.
"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?" tanya jaksa KPK lagi.
"Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.
Jaksa kembali bertanya apakah permintaan uang sejumlah Rp 12 miliar oleh BPK itu dipenuhi. Hermanto mengaku mendengar Kementan hanya memberikan Rp 5 miliar.
"Enggak, kita tidak penuhi. Saya dengar tidak dipenuhi. Saya dengar mungkin enggak salah sekitar Rp 5 miliar atau berapa. Yang saya dengar," ujar Hermanto.
Hermanto juga tidak mengetahui proses penyerahan uang tersebut kepada auditor BPK. Tapi, kata Hermanto, auditor bernama Victor itu sempat menagih kekurangan uang tersebut.
Hermanto mengatakan uang Rp 5 miliar untuk auditor BPK itu diurus oleh Muhammad Hatta. Hermanto menyebut Muhammad Hatta mendapakan uang itu dari salah satu vendor proyek di Kementan.