RN - Kejaksaan Agung (Kejagung) bergerak cepat. Korps Adhyaksa ini memastikan akan melanjutkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) PT Indofarma Tbk oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke proses penegakan hukum.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, tim penyidikan sudah mulai melakukan telaah dan analisa hukum atas hasil audit investigasi BPK.
Investigasi itu terkait dugaan penyimpangan keuangan senilai Rp 371,8 miliar pada BUMN di bidang farmasi tersebut.
BERITA TERKAIT :Bos Garuda Indonesia Mau Didepak Seperti Pertamina, Irfan Setiaputra Sudah Dapat Bocoran?
Kejagung Getol Bongkar Korupsi Jumbo, Jampidsus Abdul Qohar Kena Target Koruptor?
“Hasil auditnya sudah kita terima dari BPK. Memang belum penyelidikan, penyidikan. Tetapi kita diskusikan bersama Dirdik (Direktur Penyidikan) untuk ditangani,” kata Febrie saat ditemui Republika di Gedung Kartika, Kejagung, di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Febrie mengatakan, nantinya, dari diskusi tersebut akan ditentukan kasus tersebut akan ditangani oleh level kejaksaan yang mana. “Nanti kita lihat bobot kasusnya, tingkat kesulitannya, termasuk locus-nya (tempat kejadian perkara), apakah nanti ditangani kita di sini (Jampidsus-Kejagung), atau di Kejati (Kejaksaan Tinggi),” ujar Febrie.
Namun yang pasti, kata Febrie, LHP dari BPK tersebut, merupakan langkah awal bagi kejaksaan untuk mengusut dugaan korupsi yang terjadi dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk. “Beban (kasus) kita memang sudah banyak di sini (Jampidsus). Tetapi, tetap akan kita tangani untuk diselesaikan,” tegas Febrie.
BPK menemukan adanya dugaan penyimpangan Rp 371,83 miliar dalam pengelolaan keuangan BUMN PT Indofarma Tbk periode 2020-2023. Temuan tersebut terungkap dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang diserahkan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (20/5/2024).
Wakil Ketua BPK Hendra Susanto berharap, agar temuan dugaan penyimpangan keuangan yang terjadi di PT Indofarma Tbk tersebut dijadikan bahan bagi Kejagung untuk melakukan pengusutan, dan penegakan hukum. “Besar harapan kami Kejaksaan Agung dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan tersebut untuk proses hukum,” kata Hendra dalam siaran pers BPK, Selasa (21/5/2024).
Hendra menjelaskan, LHP terkait PT Indofarma Tbk tersebut, merupakan hasil dari audit investigasi yang dilakukan oleh BPK. Objek audit dilakukan terhadap pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk, anak perusahaan, dan instansi terkait. Audit dilakukan sepanjang pembukuan 2020-2023.
“Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi tahun 2020 sampai dengan semester-1 2023 pada PT Indofarma Tbk, anak perusahaan, dan instansi terkait,” ujar Hendra.
Kata dia, dari hasil pemeriksaan tersebut BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang terindikasi tindak pidana korupsi.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif, BPK menyimpulkan terdapat penyimpangan yang terindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk, dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan sebesar Rp 371,834 miliar,” tutur Hendra.
Sementara Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, dugaan praktik rasuah itu berdasarkan hasil audit internal Kementerian BUMN.
Dalam auditnya, praktik dugaan korupsi ditemukan di anak perusahaan Indofarma, yakni PT Indofarma Global Medika (IGM) yang bergerak di bidang farmasi, alat kesehatan, dan makanan sehat.
“Ini anak usaha Indofarma yang tugasnya mendistribusikan produk-produk Indofarma, yang jual produk Indofarma,” ujar Arya, Selasa (21/5).
Mirisnya, praktik haram ini dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memiliki jabatan di Indofarma Global Medika. Mereka disebut tidak menyetor hasil penjualan produk kesehatan kepada induk usahanya.
“Nah ini bisa dikatakan cucunya BUMN karena induknya Biofarma, anaknya Indofarma. Di sana ditemukan ada Rp470 miliar dana yang seharusnya masuk ke Indofarma enggak disetor, itu capai 470 miliar yang kami temukan," sambungnya.
Hasil audit internal ini dilakukan Kementerian BUMN, setelah BPK menyerahkan laporan investigasi ke Kejaksaan Agung pada Senin (20/5).