Jumat,  22 November 2024

Korupsi Timah, Mandek Jalan, Kini Pelan-Pelan Digas Kejagung 

RN/NS
Korupsi Timah, Mandek Jalan, Kini Pelan-Pelan Digas Kejagung 
Harvey Moeis dan Sandra Dewi.

RN - Kasus korupsi Timah sempat menjadi tanda tanya publik. Sebab, korupsi yang merugikan negara ratusan triliun itu sempat mandek. 

Kejaksaan Agung (Kejagung) berjanji memanfaatkan waktu tersisa untuk melengkapi berkas perkara tersangka Harvey Moeis dkk. guna selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Harvey mulai ditahan sejak Rabu, 27 Maret.

BERITA TERKAIT :
Kejagung Getol Bongkar Korupsi Jumbo, Jampidsus Abdul Qohar Kena Target Koruptor?
Jam Tangan Jampidsus Qohar Rp 1 Miliar, Tapi Ngakunya Cuma 5 Juta

Tim penyidik Jampidsus Kejagung mempunyai batas waktu 120 hari untuk merampungkan penyidikan. Apabila lewat dari waktu tersebut, tersangka harus dibebaskan dari tahanan demi hukum.

"Kalau mau dilimpah kita publikasikan ya. Waktu penahanan juga masih ada sesuai Pasal 24 dan 29 KUHAP," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dihubungi melalui pesan tertulis, Sabtu (6/7).

Harli tidak bisa memastikan waktu pasti pelimpahan berkas perkara Harvey Moeis dkk ke Pengadilan Tipikor. Ia mengatakan hal itu merupakan kewenangan penuh penyidik dan jaksa.

"Data pasti (waktu penahanan) di penyidik," kata Harli.

Kejagung telah menetapkan setidaknya 22 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah.

Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Sebanyak 12 tersangka telah dilimpahkan oleh penyidik Jampidsus ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidang.

Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp300,003 triliun.

Terdiri dari kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun; pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra sebesar Rp26,649 triliun; dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.