RN - Sejumlah ahli waris yang memiliki tanah warisan di Jl. Rawa Kepitng, Kelurahan Jatinegara dan Kelurahan Rawaterate, Cakung, Jakarta Timur, ngadu ke Kejagung (Kejaksaan Agung), Kamis(5/6/2025).
Masyarakat membuat laporan pengaduan atas dugaan adanya Penyalahgunaan Izin Penggunaan Lahan dari Pemprov DKI Jakarta yang mengakibatkan kerugian negara Ratusan Miliar dan hilangnya tanah milik mereka, melalui Pengacara Wilson-Harahap & Rekan.
“Pengaduan Masyarakat ini dikarenakan Presiden Prabowo Subianto meminta kepada seluruh aparatur penegak hukum untuk memproses semua permasalahan hukum baik itu yang baru maupun yang lama jika terdapat adanya kerugian negara, dan juga harapan tanah warisan semua milik para ahli waris kembali,” ujar salah satu ahli waris Hj. Juhaeriyah, kepada awak media, Kamis (5/6/2025).
BERITA TERKAIT :Lahan BMKG Tangsel, Ini Cerita Pedagang Hewan Kurban Bayar Koordinasi RT, RW Hingga Lurah Rp 22 Juta?
Adanya dugaan penyalahgunaan Surat izin penggunaan tanah dari Pemprov DKI Jakarta karena tanah yang diserahkan oleh PT. TI telah menjadi Rumah Pemotongan Hewan Ungas (RPHU) Rawa Kepiting seharusnya sudah terbit Sertipikat Hak Pakai atas nama Pemda DKI Jakarta sejak Tahun 1994.
“Namun sampai sekarang, Rumah Pemotongan Hewan Ungas (RPHU) Rawa Kepiting tersebut masih tercatat atas nama PT. TI dan diduga belum ada SPPT PBB nya sehingga jelas sangat merugikan negara,” ungkap Edy Wilson Harahap SH.
Wilson Harahap mengungkapkan, Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor : 61 tertanggal 25 November 1981, Notaris Lieke L. Tukgali, SH patut dipertanyakan karena Kelurahan Rawaterate, Kecamatan Cakung muapun Kecamatan Pulogadung tidak mengetahui adanya pembebasan tanah yang dilakukan oleh PT. TI di wilayahnya dan juga pada awal/ pembukaan akta tertulis tanggal 25 November 1981, diakhir akta/ penutup tertulis tanggal 14 Agustus 2002.
“Lebih mengejutkan lagi, Izin Penggunaan Tanah yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta dan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor: 61 tersebut yang sudah digunakan sebagai dasar penerbitan Sertifikat, digunakan kembali untuk Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Prioritas kepada PT. PS seluas 9250 M2 bahkan Girik yang terdapat dalam SHGB Nomor: 87/ Rawaterate digunakan lagi untuk pelepasan hak atas tanah prioritas tersebut padahal tanah tersebut milik sah ahli waris Siti Hadidjah Cs (Hananpi, lamah, Muhammad, Niah, Simbong dan Katjung) yang belum pernah dijualbelikan kepada pihak manapun,” beber Edy Wilson Harahap SH.
Madrais, salah satu ahli waris pemilik lahan lainnya berharap, Presiden Prabowo maupun Kejaksaan Agung dapat menindak tegas semua para pelaku yang telah merugikan negara maupun para ahli waris lainnya.
“Karena saya merasakan perjuangannya mempertahankan tanah warisan milik Djimun Bin Nikun baik yang 3300 M2 yang diambil secara paksa untuk diserahkan ke Pemda DKI maupun 5000 M2 yang saat ini sedang dimohonkan penerbitan Sertifikat pada Kantor Pertanahan Jakarta Timur,” terang Madrais.
Terkait isu yang disebarkan, Girik Palsu dan Madrais telah kalah, Wilson Harahap menanggapi dengan senyuman.
“Kita akan bertemu di Pengadilan karena terkait tanah 3300 M2, Madrais Cs masih punya hak karena Putusan yang sudah Inkrach tersebut bukan KALAH tapi DITOLAK dan kami pastikan bahwa Djimun Bin Nikun tidak mempunyai tanah dengan Persil 10 S II seluas 6720 M2 sehingga sudah pasti Girik C Nomor 454 dengan Persil 10 S II tidak ada/ tidak tercatat pada buku Letter C Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur,” tegas Edy Wilson Harahap SH.