RN - Kasus prostitusi anak di Indonesia jadi alat bisnis. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap dugaan 24 ribu kasus prostitusi anak di Indonesia.
Ada 69 negara yang diduga terlibat dalam jejaring eksploitasi seksual anak. Kepala Biro Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24 ribu anak di rentang usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130 ribu kali dan nilai perputaran uang mencapai Rp127.371.000.000.
Selain kasus prostitusi anak, Natsir menyebut data yang terhimpun di tahun 2024 juga mencatat ada sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.
BERITA TERKAIT :'Amoral' DPR Haryanto Cuma Dapat Sanksi Ringan, Kasus Video Call Sex
Mahasiswa & Pelajar Doyan Judol, Rela Tak Jajan Untuk Ngadu Nasib
Natsir pun menyebut PPATK berkomitmen untuk menempatkan upaya penanganan kejahatan eksploitasi seksual anak sebagai salah satu prioritas utama. PPATK menurutnya akan selalu berkomitmen mendukung segala upaya memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.
Hal itu salah satunya tercermin dari terbangunnya kerja sama antara PPATK dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepahaman serta Perjanjian Kerja Sama di antara kedua lembaga untuk memerangi kejahatan seksual anak.
"Upaya PPATK memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak tidak hanya dituangkan dalam lingkup domestik, tetapi juga regional yang meliputi wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, hingga Pasifik," jelasnya.
Natsir mengatakan dalam pertemuan tahunan Financial Intelligence Consultative Group (FICG) yang diselenggarakan di Melbourne, Australia, pada Mei 2024 lalu, delegasi PPATK mengajukan proposal penyusunan indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
Gagasan itu menurutnya disetujui dan menjadi bagian dari project strategis FICG pada periode tahun 2024-2025.
Adapun FICG merupakan kelompok kerja yang menghimpun lembaga intelijen keuangan di wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, dan berperan krusial dalam upaya anti-pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, dan kejahatan keuangan terkait lainnya.