RN - Bisnis properti seret. Target para marketing meleset dari capaian yang sudah ditetapkan perusahaan.
Seretnya bisnis jual rumah disebabkan banyak faktor, dari uang muka atau DP yang tinggi hingga cicilan yang mahal. "Target saya 10 rumah per bulan, ini sudah akhir bulan baru dua rumah kejual," keluh marketing rumah di kawasan Depok, Jawa Barat.
Bank Indonesia mengumumkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) tentang harga properti di pasar primer pada triwulan III tahun ini, tumbuh terbatas.
BERITA TERKAIT :Evergrande Bangkrut, Jokowi Ingatkan Bisnis Properti Waspada
Kondisi tersebut tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal III/2024 sebesar 1,46 persen (yoy).
Capaian ini melambat atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal II/2024 sebesar 1,76 persen (yoy).
"Pertumbuhan IHPR yang terbatas tersebut disebabkan oleh perlambatan harga seluruh tipe rumah," terang Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dalam siaran resmi di Jakarta, Selasa 26 November 2024.
Penjualan pada tipe rumah kecil merosot hingga 10,05 persen (yoy), sedangkan penjualan tipe rumah menengah menurun 8,8 persen (yoy).
Pada periode triwulan ini, pertumbuhan penjualan properti residensial di pasar primer tercatat mengalami kontraksi sebesar 7,14 persen (yoy).
Sejumlah faktor yang menghambat pengembangan dan penjualan properti residensial primer adalah kenaikan harga bangunan (38,98 persen), masalah perizinan (27,33 persen), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan kredit pemilikan rumah atau KPR (18,53 persen), dan perpajakan (15,61 persen).
Dari sisi pembiayaan, hasil survei menunjukkan pembiayaan pembangunan properti residensial terutama bersumber dari dana internal pengembang, dengan pangsa sebesar 74,31 persen.
Sementara dari sisi konsumen, mayoritas pembelian rumah primer dilakukan melalui skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dengan pangsa 75,80 persen dari total pembiayaan.