RN - Gaza, Palestina menjadi lautan mayat. Tercatat sudah 5.000 warga Palestina tewas atau hilang setelah 100 hari pengepungan dan serangan brutal militer Israel di wilayah Gaza utara.
Selain ribuan korban tewas, sebanyak 9.500 warga Palestina lainnya terbuka akibat operasi militer Israel di Gaza utara, yang dilancarkan sejak awal Oktober 2024 lalu.
Kantor Media Pemerintah Gaza menggambarkan pengepungan yang dilakukan Israel sebagai bentuk "pembersihan etnis, pemindahan, dan penghancuran yang paling mengerikan", yang berdampak pada ratusan ribu orang di wilayah tersebut.
BERITA TERKAIT :Israel Memang Biadab, Sudah Gencatan Senjata Tank-nya Masih Gempur Warga Sipil Palestina
UNICEF Tebang Pilih, Lebih Peduli Ukraina Ketimbang Anak-Anak Di Gaza Palestina
Laporan Al Jazeera menyebut Gaza utara saat ini bak "kota hantu" di tengah kehancuran dan tumpukan puing-puing kehancuran. Namun beberapa orang yang bertahan hidup di sana menolak untuk mengungsi.
"Kami melihat warga Palestina menjadi sasaran secara sistematis di setiap tempat di Jalur Gaza. Tidak peduli di mana mereka berada apakah di gedung sekolah, tempat penampungan, kamp darurat, atau bahkan rumah sakit," demikian laporan jurnalis Al Jazeera, Hind Khoudary.
Laporan juga menyebut Rumah Sakit Kamal Adwan sebagai fasilitas perawatan kesehatan terkemuka di utara, dibakar dan dihancurkan militer Israel pada akhir Desember 2024. Nasib direktur rumah sakitnya, Hussam Abu Safia, juga masih belum diketahui.
Semalam, Israel juga meluncurkan serangan besar-besaran di wilayah barat laut Gaza City. Setidaknya delapan warga Palestina tewas pada Sabtu (11/1), ketika militer Israel menyerang gedung sekolah yang jadi tempat penampungan di Jabalia, Gaza utara.
Hingga kini lebih dari 46 ribu warga sipil tewas imbas agresi brutal Israel di Jalur Gaza. Sebagian besar korban tewas adalah kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, hingga lansia.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengirim delegasi pejabat senior ke Qatar untuk berunding mengenai pembebasan sandera dan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Dilansir AFP yang mengutip pernyataan kantor Netanyahu, Minggu (12/1), kepala pemerintahan Israel itu menggelar pertemuan di Yerusalem dengan utusan Timur Tengah presiden terpilih AS Donald Trump Steve Witkoff, perwakilan Presiden AS saat ini Joe Biden, dan pejabat senior Israel.
Setelah pertemuan tersebut, Netanyahu menginstruksikan kepala badan mata-mata Mossad dan badan keamanan Shin Bet serta Jenderal Nitzan Alon dan penasihat kebijakan luar negeri Ophir Falk "untuk berangkat ke Doha guna melanjutkan kemajuan kesepakatan untuk membebaskan sandera kami".
Sebelumnya Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (11/1) untuk sepakat gencatan senjata dengan Hamas.
Biden akan lengser dari kursi kepresidenan AS pada 20 Januari mendatang dan diganti Presiden terpilih Donald Trump.
Dalam rilis resmi Gedung Putih, desakan Biden muncul saat berbincang dengan Netanyahu via telepon pada Minggu.
"[Biden] menekankan perlu segera gencatan senjata di Gaza [Palestina] dan pemulangan para sandera," demikian rilis resmi Gedung Putih, dikutip Reuters.