Senin,  05 May 2025

Skandal Suap Migor Dan Wilmar Group Cs Hingga Kerugian Rp17,7 Triliun

RN/NS
Skandal Suap Migor Dan Wilmar Group Cs Hingga Kerugian Rp17,7 Triliun
Mobil mewah diamankan penyidik dalam kasus suap CPO Migor.

RN - Tiga korporasi besar yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group terseret skandal suap. Kasus CPO minyak goreng ini merugikan keuangan negara triliunan rupiah.  

Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Rp60 miliar untuk mempengaruhi putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Perkara bermula dari penyidikan kasus ekspor ilegal minyak goreng dan bahan baku CPO yang melibatkan tiga korporasi raksasa PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Jaksa mendakwa ketiganya merugikan negara hingga Rp17,7 triliun.

BERITA TERKAIT :
Hakim Tipikor Yang Simpan Duit Rp 5,5 Miliar Di Bawah Kasur 
Kasus Suap Hakim Marak, MA Rombak Wakil Tuhan Dan Pimpinan PN 

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, jaksa menuntut ketiga korporasi membayar uang pengganti dan denda dengan total mencapai lebih dari Rp17,7 triliun serta penutupan operasional selama maksimal satu tahun.

Menjelang putusan, dua kuasa hukum perusahaan CPO, yakni Marcella Santoso (MS) dan AR, diduga aktif mengupayakan pengkondisian hasil akhir perkara. Mereka diduga memberikan suap sebesar Rp60 miliar.

Uang tersebut diserahkan kepada WG, Panitera Muda PN Jakarta Utara yang sebelumnya bertugas di PN Jakarta Pusat. WG menjadi perantara untuk menyampaikan suap kepada salah satu majelis hakim yang menangani perkara: Muhammad Arif Nuryanta.

Muhammad Arif Nuryanta saat ini menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan. Namun saat perkara CPO disidangkan, ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan menjadi bagian dari majelis hakim.

Suap yang diterima Arif melalui WG dimaksudkan agar majelis hakim menjatuhkan putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum—meskipun terdakwa dinilai terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan.

Putusan tersebut akhirnya dibacakan pada 19 Maret 2025, sesuai dengan tujuan pemberian suap.

Penyidik Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan keempat orang sebagai tersangka: MS dan AR sebagai pemberi suap, WG sebagai perantara, serta Arif sebagai penerima.

Dalam proses penyidikan, tim Kejaksaan menemukan aliran dana suap senilai Rp60 miliar yang diduga diterima Muhammad Arif Nuryanta (MAN) untuk memengaruhi hasil putusan. Uang itu disebut diberikan oleh dua advokat, MS dan AR, melalui panitera muda PN Jakarta Utara, WG. Keempatnya kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan secara terpisah.

"Penyidik mendapati bukti kuat adanya pengaturan putusan agar majelis hakim menyatakan para terdakwa korporasi tidak bersalah secara hukum, meski terbukti secara perbuatan," ujar Qohar.

Dari hasil penggeledahan di sejumlah lokasi, penyidik menyita uang tunai dalam berbagai mata uang asing dan rupiah, serta aset mewah seperti kendaraan Ferrari Spider, Nissan GT-R, Mercedes Benz, hingga Lexus.

Diketahui, praktik suap dalam putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terbongkar dan berkaitan dengan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar.

Zarof kini jadi pesakitan terkait pengaturan vonis bebas kasus pembunuhan Ronald Tannur. Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, perkara ini masih ada kaitan dengan perkara lain yang juga sebelumnya diusut jaksa yaitu perkara suap terkait vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

"Dan terkait dengan putusan ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4).