RN - Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan alias Kang Tamil, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Sekda DKI Marullah Matali.
Gerak cepat KPK terhadap dugaan KKN Sekda DKI Marullah Matali, diharapkan dapat memberikan jaminan keterbukaan dan akuntabilitas yang penting dalam upaya pencegahan korupsi.
“KPK harus segera turun mengecek dugaan itu. Dugaan tersebut merupakan bentuk nyata dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang merusak sendi-sendi tata kelola pemerintahan yang bersih,” ujar Kang Tamil, Rabu (14/5/2025).
BERITA TERKAIT :Polda Metro Jaya: Anggota FBR, GRIB Jaya Dan Karang Taruna Pungli Pedagang Kembangan Jakbar
“Jika benar yang disampaikan oleh WH, ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi masuk ranah pidana. Ini bentuk penghianatan terhadap amanah rakyat, Pramono-Rano Karno sebagai Gubernur dan Waguh DKI harus bisa bersikap tegas,” tegasnya.
Tamil juga menyayangkan belum adanya respons dari pihak-pihak terkait, termasuk Sekda DKI Marullah Matali sendiri, yang hingga kini belum memberikan klarifikasi atas tuduhan yang telah dilaporkan ke KPK tersebut.
Sebelumnya diberitakan, dilansir arahpena.com, Sekda DKI, Marullah Matali dilaporkan oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta, Wahyu Handoko.
Marullah dituduh mengangkat anaknya sendiri, Muhammad Fikri Makarim (Kiky), sebagai Tenaga Ahli Sekda, yang dianggap melanggar ketentuan internal Pemprov DKI dan etika.
Laporan tersebut diajukan melalui surat resmi tertanggal 12 Maret 2025 yang ditujukan kepada Ketua KPK c.q. Direktur Penyelidikan KPK, dengan tembusan kepada sejumlah pejabat tinggi, termasuk Jaksa Agung RI, Kapolda Metro Jaya, dan Gubernur DKI.
Dalam dugaan kasus tersebut, Kiky diduga memanfaatkan posisinya untuk mengintimidasi Direktur Utama (Dirut) BUMD dan Kepala SKPD guna mengumpulkan dana bagi kepentingan Marullah.
Kiky juga memaksa proyek Pemprov DKI tahun 2025 melalui Kepala BPBJ DKI harus mendapat persetujuannya, bahkan membatalkan lelang jika pemenang tidak sesuai keinginannya.
Kiky terendus kabar juga berperan sebagai penghubung asuransi, memaksa BUMD seperti Bank DKI, Jakpro, dan Pasar Jaya untuk memberikan kontrak asuransi kepada perusahaan yang ditunjuknya, termasuk untuk asuransi nasabah, aset, dan pengelolaan parkir.
Marullah juga dilaporkan ke KPK lantaran mengangkat Faisal Syafruddin, mantu keponakannya, sebagai PLT Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI.
Faisal diduga meminta setoran periodik dari bawahannya untuk kepentingan pejabat kepolisian dan kejaksaan, serta menggunakan empat kendaraan dinas secara tidak sah, termasuk untuk istrinya yang tidak berhak.
Tak sampai di situ, Marullah mengangkat Chalidir, kerabat dekatnya, sebagai Kepala Bagian Kepegawaian Daerah (BKD). Chalidir dituding melakukan praktik jual beli jabatan dengan meminta Rp 100 juta untuk promosi eselon 3, Rp 150 juta untuk eselon 4, dan Rp 250 juta untuk mutasi pegawai dari kementerian.
Melihat kasus-kasus di atas, ucap Wahyu, bahwa praktik ini menciptakan lingkungan kerja yang tidak kondusif, penuh tekanan, dan keresahan di kalangan pejabat Pemprov DKI.
Pembayaran Lahan Penlok Mati Oleh SDA
Selain dugaan kasus tersebut, berhembus kabar di Balai Kota, bahwa pembayaran lahan oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) Rp270 Miliar yang Penlok (penetapan lokasi) telah dimatikan, diduga kuat ada tangan dingin Marullah Matali sebagai Sekda DKI.
Hingga berita ini dipublish, konfirmasi yang dilakukan redaksi belum ditanggapi oleh Sekda DKI Jakarta, Marullah Matali. Pesan WhatsApp (WA) yang dikirim juga belum dijawab oleh Marullah.