RN - Sekda DKI Jakarta dilaporkan ke KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang. Buntut dari laporan ke lembaga anti rasuah itu (KPK), mencuat empat (4) nama aktor pemain patut diduga sebagai pelaku jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta berinisial (BOS K).
Sumber radarnonstop membeberkan, B adalah inisial seorang diduga kuat sebagai salah satu pemain lelang jabatan yang saat ini duduk sebagai komisaris di BUMD dan juga sebagai pimpinan di satu organisasi besar.
Sedangkan inisial O merupakan mantan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2009 - 2019. Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta (2009 - 2014). Saat ini menjadi Ketua dari organisasi ke daerahan.
BERITA TERKAIT :Sekda DKI Marullah Dilaporkan ke KPK, Borok ‘BOS K’ Mulai Dibeber
Pramono Protes Macet Horor Tanjung Priok, Pelindo Sebut Ada Kecerobohan
Sedangkan S adalah salah satu pengurus dan anggota ormas kedaerahan yang cukup dikenal di DKI Jakarta, meskipun saat ini organisasinya tersebut mirip kayak seperti sempalan dari ormas besar.
Sementara K merupakan bagian dari yang dilaporkan ke KPK bersama Sekda DKI Jakarta, Marullah Matali.
“BOS K yang keliling baik itu ke BUMD maupun ke SKPD. Jadi, saya berharap KPK tidak hanya berhenti pada laporan penyalahgunaan wewenang itu, tapi juga membongkar praktek jual beli jabatan yang merupakan imbas dari penyalahgunaan wewenang tersebut,” ujar sumber yang tidak bersedia namanya dituliskan.
Diberitakan, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Marullah Matali lagi jadi gunjingan. MM sapaan akrabnya dilaporkan ke KPK.
Hingga berita ini diturunkan, MM belum bersuara. Konfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA) juga belum ditanggapi. Padahal pesan singkat itu sudah centang dua.
KPK menyatakan pihaknya sedang menelaah laporan terhadap MM atau Marullah Matali. Dia dilaporkan oleh seorang ASN.
MM dituduh mengangkat anaknya sendiri, Muhammad Fikri Makarim (Kiky), sebagai Tenaga Ahli Sekda. Kiky diduga seperti raja kecil karena berani memarahi kepala dinas dan BUMD.
"KPK secara umum akan melakukan telaah terhadap setiap pengaduan masyarakat yang masuk untuk melihat validitas informasi dan keterangan yang disampaikan dalam laporan tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/5).
Budi mengatakan bahwa KPK selanjutnya akan proaktif melakukan full bucket atau mengumpulkan bahan keterangan guna mendukung informasi awal dari laporan tersebut.
"KPK kemudian akan melakukan verifikasi apakah laporan tersebut substansinya, termasuk dalam delik tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak," jelasnya.
Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa KPK saat ini belum dapat mengungkapkan detail dari laporan masyarakat tersebut.
"KPK tentu juga akan berkomunikasi dengan pelapor jika ada hal-hal atau informasi lain yang dibutuhkan," ujarnya.
MM dilaporkan oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta, WH.
MM dituduh mengangkat anaknya sendiri, Muhammad Fikri Makarim (Kiky), sebagai Tenaga Ahli Sekda, yang dianggap melanggar ketentuan internal Pemprov DKI dan etika.
Laporan tersebut diajukan melalui surat resmi tertanggal 12 Maret 2025 yang ditujukan kepada Ketua KPK c.q. Direktur Penyelidikan KPK, dengan tembusan kepada sejumlah pejabat tinggi, termasuk Jaksa Agung RI, Kapolda Metro Jaya, dan Gubernur DKI.
Dalam dugaan kasus tersebut, Kiky diduga memanfaatkan posisinya untuk mengintimidasi Direktur Utama (Dirut) BUMD dan Kepala SKPD guna mengumpulkan dana bagi kepentingan MM.
Kiky kabarnya juga memaksa proyek Pemprov DKI tahun 2025 melalui Kepala BPBJ DKI harus mendapat persetujuannya, bahkan membatalkan lelang jika pemenang tidak sesuai keinginannya.
Kiky terendus kabar juga berperan sebagai penghubung asuransi, memaksa BUMD seperti Bank DKI, Jakpro, dan Pasar Jaya untuk memberikan kontrak asuransi kepada perusahaan yang ditunjuknya, termasuk untuk asuransi nasabah, aset, dan pengelolaan parkir.
Marullah juga dilaporkan ke KPK lantaran mengangkat Faisal Syafruddin, mantu keponakannya, sebagai PLT Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Provinsi DKI.
Faisal diduga meminta setoran periodik dari bawahannya untuk kepentingan pejabat kepolisian dan kejaksaan, serta menggunakan empat kendaraan dinas secara tidak sah, termasuk untuk istrinya yang tidak berhak.
Tak sampai di situ, Marullah mengangkat Chalidir, kerabat dekatnya, sebagai Kepala Bagian Kepegawaian Daerah (BKD). Chalidir dituding melakukan praktik jual beli jabatan dengan meminta imbalan.