Sabtu,  23 November 2024

Langgar AD/ART NU

Halaqah V Komite Khittah 1926 NU Serukan Takzir Untuk Ma’ruf Amin

RN/CR/JPNN
Halaqah V Komite Khittah 1926 NU Serukan Takzir Untuk Ma’ruf Amin
Halaqah V Komite Khittah 1926 NU di di Pondok Pesantren At-Taqwa, Cabean, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (16/2/2019).

RADAR NONSTOP - Keputusan Kiai Ma’ruf Amin masuk jalur politik adalah bentuk pelanggaran AD/ART NU. Oleh karena itu harus ada sanksi tegas.

Demikian suara nyaring peserta Halaqah V Komite Khittah 1926 NU yang dihelat di Pondok Pesantren At-Taqwa, Cabean, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (16/2/2019).

“Karena itu, kalau di lingkungan pesantren Kiai Ma’ruf ini harus ditakzir. Di pesantren, kalau ada santri melanggar aturan, bisa digundul atau disuruh nimbo jeding (isi bak kamar mandi red). Menurut saya takzir untuk Kiai Ma’ruf ya.., jangan dipilih, biar tidak ditiru yang lain,” ujar KH Hamim salah seorang peserta halaqah usai mendengarkan taushiyah KH Tholchah Hasan (Malang).

BERITA TERKAIT :
Jakarta Masih Banjir, Pj Teguh Mulai Galau Dan Pusing?
Belajar Dari Paman Birin Yang Bebas Dari Jeratan Kasus Korupsi Oleh KPK

Di samping itu, jelasnya, harus ada produk bahtsul masail yang mengkaji secara serius pelanggaran khitthah ini. Produk bahtsul masail tersebut bisa menjadi pegangan kuat dalam upaya menegakkan khitthah NU. Dari situ sosialisasi kepada nahdliyin terus dilakukan.

“Sebagaimana taushiyah KH Tholchah Hasan, sekarang ini harus ada yang berani mengingatkan pengurus NU. Kondisi sekarang ini sama dengan kondisi tahun 1970-an. Faktanya dari atas sampai bawah pengurus NU (mayoritas) sudah menyimpang,” tegasnya.

Hal yang sama disampaikan KH Nur Maymoun, Pengasuh PP Miftahul Ulum, Sumenep, Madura. Menurut Kiai Nur, keputusan Kiai Ma’ruf meninggalkan posisi Rais Aam tanpa ada musyawarah, ini merupakan pelanggaran berat AD/ART. 

Logikanya, mau jadi Rois Aam saja, jabatan politik harus dilepas. Lha ini sudah jadi Rois Aam malah lompat ke politik.

“Saya kira memang harus diberi sanksi, bahasa santrinya ‘dipares’ atau ditakzir. Digunduli saja suaranya, jangan dipilih. Kalau sampai Kiai Ma’ruf menang, maka, ke depan NU akan selalu dipakai alat politik, bahaya,” jelas Kiai Nur.

Soal bahtsul masail, Kiai Nur sepakat. Dalam waktu dekat, para kiai harus membuka kitab, mengkaji lebih dalam, hasilnya nanti sebagai pijakan bergerak untuk menyelamatkan NU.

“Saya terenyuh mendengar taushiyah Kiai Tholchah. Beliau menyampaikan selamat berjuang untuk NU. NU itu melayani umat, bukan menguasai umat. Kalau paradigmanya melayani, berarti apa yang diberikan. Sementara kalau menguasai, maka, apa yang didapatkan. Hari ini NU menguasai umat,” jelas Kiai Nur dengan menyatakan sepakat bahwa, penegakan khitthah NU jangan sampai membuat gaduh.

Hadir dalam halaqah V adalah KH Tholchah Hasan, KH Salahuddin Wahid (Gus Solah), KH Abdulloh Siroj (anggota Majelis Keluarga Pondok Pesantren Sidogiri), KH Suyuthi Toha (santri Mbah Maemoen Zubair), KH Abdullah Muchit, Prof Dr Ahmad Zahro, H Choirul Anam (Cak Anam), Prof Dr Rahmat Wahab, Prof Dr Nasihin, KH Luthfi Basori (Gus Luthfi), dan Ketua Pelaksana Halaqah Komite Khitthah H Agus Solachul A’am Wahib (Gus A’am Wahib) yang notabene putra Menteri Agama RI ke-8 Almaghfurlah KH Wahib Wahab

#Takzir   #NU   #Khittah